tag:blogger.com,1999:blog-53585936438788290432024-03-05T01:57:01.373-08:00Adis LogicDisini Kita Mencari Kebenaran Dengan LogikaAdi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comBlogger23125tag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-87282299963204780142012-04-27T02:34:00.000-07:002012-05-11T02:02:06.289-07:00Memahami Purusa & Kehidupan<div align="justify">
<b><i>AUM SWASTIASTU, ….</i></b><br />
<br />
Ada pertanyaan-pertanyaan, yang cukup menganjal...dari sejak saya kecil... yaitu Mengapa sih, Brahman kok menciptakan alam semesta ini? Kan tentunya beliau tau akan efek-efeknya? Dan seolah-olah, beliau ya... sengaja mau menjebak, atau kasarannya ya... main-main lah.<br />
Pandangan-pandangan itu terjadi... bila kita membayangkan bahwa Brahman itu sebuah sosok yang Maha... Sehingga seperti itulah... persis seperti ajaran-ajaran Abramik. Dimana ada sebuah (satu) sosok yang menyebabkan segala kejadian.</div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost"><br /></span><br />
<h2>
<span class="fullpost">"purnamadah purnamidam, purnaat purnamudachyate,
purnasya purnaamadaya, purnameva vashishyate."</span></h2>
<span class="fullpost"> (<a href="http://www.crystallotus.com/Upinashad/02.htm" target="_blank">Ishavasya Upanishad</a>)<br /><br />
Menurut analisa saya.. yang berasal dari Veda (Salah satu sloka Upanisad diatas)... jelas yang menciptakan sesungguhnya bukanlah Brahman keseluruhan, namun hanya suatu bagian Brahman saja yang punya kehendak untuk menciptakan alam semesta ini. Bagian itulah yang sering kita sebut dengan “Purusa” (yang dapat diidentikkan dengan Brahma)... Jadi sebenarnya Purusa inilah... yang boleh saya sebut sebagai “Provokator”, yang menyebabkan bagian-bagian Brahman lainnya ikut bergetar. Namun sekali lagi... tidak keseluruhan bagian Brahman yang ikut tergetar.. Dan Bagian Brahman yang tidak ikut terprovokasi/tergetar... jauh lebih banyak/luas, ketimbang Bagian Brahman yang ikut terprovokasi/tergetar oleh ulah si Purusa tadi.<br />
Bagian Brahman yang tidak ikut terprovokasi/tergetar, itu lebih dikenal sebagai Brahman Nirguna. Sedang... Purusa dan bagian Brahman yang ikut terprovokasi/tergetar, itu lebih dikenal sebagai Brahman Saguna.<br /><br />
Dari penjelasan diatas kalau kita analogikan seperti begini: Keseluruhan warga Indonesia, kita identikkan seperti Brahman (keseluruhan bagian Brahman). Kemudian dari keseluruhan warga Indonesia itu,... ada seseorang atau beberapa orang yang berhasrat untuk membuat SuperMall.<br />
Nah... seseorang atau beberapa orang itulah kalau kita analogikan seperti Purusa (Brahma). Akibat ulah seseorang atau beberapa orang itu, menyebabkan ada seseorang atau beberapa orang lagi yang ikut tergerak untuk merespon hasrat si Purusa. Jadi Responnya...ada yang pro, ada yang kontra. <br />Misal yang pro: Yang mendanai, Yang Memberi IMB, para tukang supermall, pengunjung supermall yang baik, dll.<br />
Sedangkan yang kontra: pengunjung supermall yang tidak baik, dll.<br />
<br />
Dengan penjelasan dan analogi di atas, tentu kita bisa berpikir, Apakah Brahman itu menjebak? Tentu tidak to... Tapi apakah si Purusa itu bersalah? Tentu kita ya... tidak bisa menyalahkannya 100%, karena tentu dia punya alasan-alasan kuat untuk mewujudkan hasrat itu. Yang pantas disalahkan itu sesungguhnya ialah diri kita sendiri. Karena...kenapa kita ikut terprovokasi/tergetar. Kalau kita tidak ikut terprovokasi/tergetar, Ya... tentunya kita tidak berada disini ... Ya to? Namun... kita ya... tidak bisa 100% menyalahkan keputusan kita sendiri... tergeraknya kita... tentu juga dikarenakan oleh hasrat luhur/mulia. <br /><br />Untuk lebih pahamnya...saya akan melanjutkan cerita analogi di atas..... Dalam keadaan damai, ada beberapa orang/warga Indonesia...yang punya ide untuk membangun SuperMall, karena dipikirnya dengan adanya SuperMall.... tentunya akan membuat warga Indonesia akan mudah berbelanja, serta bangunan SuperMall ini akan bisa menunjukkan bahwa Indonesia itu benar-benar exist, hebat, dll.<br />
Sehingga beberapa orang/warga Indonesia tersebut... berusaha mencari orang-orang kuat dalam dana (ini layaknya membangunkan Wisnu). Setelah dapat, beberapa orang itu, juga mencari orang-orang yang terpandang dalam tujuan memberi/mempermudah dalam IMB (ini layaknya meminta restu Siwa).<br />
Dari sini, terlihat bahwa sudah ada banyak orang yang ikut tergetar/tergerak. Dan orang-orang yang tergerak pada tahap ini, masihlah orang-orang yang hebat... Sehingga kelompok ini masih bisa disebut dengan Purasa.<br />
<br />
Setelah semuanya OK (artian dana & ijin sdh dikantongi)... mulai dengan mencari arstitektur, tukang-tukang, bahan-bahan, dan lain-lain... Artinya dapat dikatakan bahwa Purusa telah menggetarkan Prakerti & Atma-Atma lainnya, dalam rangka merealisasikan hasratnya.<br />
Tahap demi tahap... puncak dari evolusi itu, akhirnya jadilah bangunan SuperMall. Pastinya dalam bangunan SuperMall itu, membutuhkan satpam, spg, dll... Sehingga menciptakan lowongan-lowongan/jabatan-jabatan.... Tertariknya warga indonesia lainnya untuk mengisi jabatan-jabatan itu. Artinya tergetar lagi bagian Brahman yang lain...<br />
<br />
Kemudian... ada warga indonesia lainnya, yang tertarik menjadi pengunjung. Mereka merealisasikan keinginan-keinginan berbelanjanya. Hari demi hari, pengunjung kian banyak. Suatu saat... ada warga indonesia lainnya, yang tertarik menjadi pengunjung yang iseng.... sebab dipikirnya bangunan SuperMall ini, kok banyak pengunjung yang terjebak... Akhirnya ia membuat kegaduhan-kegaduhan kecil.<br /><br />
Tentu hasrat/pemikiran si pengunjung yang iseng itu, adalah hasrat/pemikiran yang luhur juga. Sehingga adanya pembiaran-pembiaran terhadap ulahnya... Artinya ulah-ulahnya masih berada di koridor hukum. Melihat adanya pembiaran-pembiaran seperti itu, tergetar lagi warga Indonesia lainnya untuk melakukan tindakan-tindakan yang lebih extrim. Waktu demi waktu, yang melakukan tindakan-tindakan yang lebih extrim/jahat, kian berkembang juga. Sehingga harus ada yang menegakkan lagi rule-rule yang ada di SuperMall itu. Akhirnya pengunjung yang jahat, harus diganjar, bahkan dianggap musuh oleh kebanyakan pengunjung SuperMall ini.<br /><br />
Menarik bukan ceritanya??? Dari cerita diatas... Maka ketika ada pertanyaan: Siapa yang membangun SuperMall itu? Tentu jawabnya, ya... Warga Indonesia (seperti kita menyebutnya dengan Brahman). Sementara kita ketahui bersama.... bahwa Yang membangun (Dari Ide, kekuatan-kekuatan yang menjadikan, hingga menjaga kelangsungannya) SuperMall, bukanlah keseluruhan warga Indonesia. Ya kan?<br /><br />
Akan tetapi yang harus kita pahami bersama, yaitu: bila kita membuat onar di SuperMall itu, sama halnya kita tidak menghargai, keseluruhan Warga Indonesia. Sedang jika kita menjadi sesuatu yang Pro, di SuperMall itu, sama halnya kita menghargai, keseluruhan Warga Indonesia. Ini artinya...Bila kita sudah merasa terprovokasi (masuk ke dalam bangunan Supermall itu)... maka salah satu jalan yang terbaik adalah mengkuti Rule-rulenya...dan Bila perlu... jadilah sesuatu yang Pro di Supermall itu.<br /><br />
Begitu juga kalau kita sudah jenuh di Supermall itu.... maka ya tetep sama saja... anda harus tetap mengikuti Rule-rulenya untuk keluar dari SuperMall... Jangan sampai... kita lakukan memecahkan kacanya... terus kabur... Hal itu akan percuma saja... karena itu membikin bagian warga Indonesia yang lainnya akan tergerak, untuk menangkap kita... dan memaksa kita masuk ke SuperMall itu, untuk meminta pertanggungjawaban kita. Ketika pada sesi ini... masuknya kita lagi ke SuperMall itu, jelas sudah berbau hukuman.<br /><br />
Ya seperti itu lah... salah satu cara memahami alam semesta yang kita huni sekarang ini. Sehingga mungkin kita harus introspeksi lebih dalam lagi... Apa tujuan saya di alam ini? Sadar mau gak sadar, Diakui atau gak diakui... maka kita telah ikut tergetar/terprovokasi. Dan kalau kita sudah bergetar, maka untuk apa getaran saya ini? Jelas getaran anda akan mempengaruhi bagian Brahman lainnya. Bila kita sudah tau begitu... Tentunya getaran-getaran yang kita ciptakan...harusnya menciptakan getaran yang baik... sehingga bagian Brahman lainnya yang ikut tergetar... juga akan bergetar sesuai hasrat Luhurnya.<br /><br />
Semoga analisa saya ini ... Bisa menjawab pertanyaan yang menjadi ganjalan-ganjalan dalam memahami kehidupan ini. Dan saya rasa... pertanyaan ini sering dilontarkan oleh para yang digolongkan ke Atheis (walaupun secara prinsipel saya kurang setuju dengan istilah Atheis). Namun saya rasa... pemikiran orang-orang semacam Atheis itu... ditimbulkan karena Pencitraan Brahman yang seolah-olah satu Sosok yang... sesuka dirinya sendiri... Sementara Di Veda... Brahman itu bukanlah Sosok, tidak terpikiran, dll. Karena secara analisa saya... Brahman merupakan keseluruhan bagian yang kekal, baik itu bersifat CETANA, maupun ACETANA. Dan kita pun ... termasuk dari bagian Brahman. Tiada sesuatu yang bukan termasuk bagian Brahman... Seluruh nya di dalam Brahman.
<br /><br /><br /><b><i>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </i></b></span></div>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-73404386452015305522012-04-15T03:21:00.004-07:002012-05-09T02:24:49.226-07:00Memahami Konsep-Konsep Hindu<div align="justify">
<b><i>AUM SWASTIASTU, ….</i></b><br />
<br />
Mungkin yang saya alami, pernah juga dialami kebanyakan orang. Di Hindu Indonesia, begitu populernya kata Siwa... Hingga muncullah kata Paramasiwa, Sadasiwa, Iswara (dimana bisa diindentikkan dengan Siwa), Dewa Siwa sendiri, Mahadewa (juga bisa diindentikkan dengan Siwa),... ah pokoknya macam2 deh.... Dan akhirnya ..timbullah pertanyaan, Betulkah Siwa merupakan yang Ter...</div>
<div style="text-align: justify;">
<span class="fullpost"><br />Setelah saya lihat-lihat (baca) dari beberapa referensi... ternyata Kata “Siwa”...bukan hanya merujuk ke sebuah sosok, melainkan spt kata yang punya makna lebih dari satu arti. Mungkin anda masih bingung..Oke..saya coba beri analogi... seperti kata “Bisa”... kata ini bisa berarti Racun, dapat juga berarti, mampu/dapat.<br />
Lalu apa arti kata Siwa? Siwa, kalau dianggap kata kerja, maka dapat berarti, melebur, merusak, memberi restu, Mengakhiri, Menyelesaikan, Menjadikan. Dan Kalau dianggap kata Sifat, maka dapat berarti, malas, Bodoh, dll (atau Tamas). Dan Kalau dianggap kata Benda, maka dapat berarti, pelebur, perusak, pemberi restu, Yang mengakhiri, Yang menyelesaikan, Yang Menjadikan, udara/angin/gas. Dan kalau disimbolkan dalam bentuk warna, maka Siwa disimbolkan dengan warna Hitam.<br /><br />
Dengan Uraian diatas, tentu... anda bisa menelaah arti sebuah kalimat yang menggunakan kata Siwa. Melihat...begitu komplex nya arti Siwa, maka menjadikan Siwa adalah sesuatu yang pantas menduduki posisi tertinggi... Namun sekali lagi.. Siwa belum bisa dijadikan sesuatu untuk menggambarkan Brahman secara komplit. Dari sini apa sdh paham?<br />
<br />
OK.. kita lanjutkan lagi, dengan Tri Purusa. Di konsep Tri(Tiga) Purusa(Jiwa), mengenal istilah-istilah, Paramasiwa, Sadasiwa, dan Siwa. Setelah saya analisa... maka konsep ini sebenarnya untuk mengambarkan status dari suatu bagian (jiwa) dari Brahman. Jadi ada suatu bagian dari Brahman, yang berstatus Paramasiwa, ada pula yang berstatus Sadasiwa, dan yang terakhir, ada pula, suatu bagian dari Brahman, berstatus Siwa.<br />
<br />
Paramasiwa... Kalau diartikan sekali, maka bisa diartikan “Parama(Sumber) nya Siwa”, atau “Parama(Paling Berkuasa) dari siwa”. Dari Sini...dapat dibayangkan... bahwa ketika... suatu bagian (Jiwa) dari Brahman, yang masih berstatus Paramasiwa.... maka Jiwa tersebut belum mempunyai pola apa-apa (dalam artian, kita sulit untuk menamai pola tersebut)... dimana ini sering kita sebut dengan, Brahman Nirguna. Jadi Paramasiwa itu sama dengan, Brahman Nirguna, atau setara juga dengan Paramatma, atau setara juga dengan Parameswara. Dan kalau ini disimbolkan dengan tempat/loka… maka Paramasiwa itu berlokasi di Swah Loka.<br />
<br />
Kemudian... Sadasiwa. Ketika... suatu bagian (Jiwa) dari Brahman, yang sudah berstatus Sadasiwa.... maka Jiwa tersebut telah mempunyai pola. Sehingga para rsi pun dapat mendefinisikan ke Tri(3) Murti(Pola/wujud), yaitu ada yang berpola sebagai Brahma, ada pula yang berpola sebagai Wisnu, dan ada pula yang berpola sebagai Siwa. Oleh karena itu... Sadasiwa itu sama dengan, Brahman Saguna... Dimana dengan pola-pola yang sedemikan rupa, yang masing-masing sudah memiliki kapasitas energi yang berbeda-beda..... maka tak jarang juga orang-orang bijak... melukiskan Sadasiwa dengan kata “Wisnu”. Dan kalau ini disimbolkan dengan tempat/loka… maka Sadasiwa itu berlokasi di Bwah Loka.<br />
<br />
Seperti kata “Siwa... maka kata “Wisnu” pun juga memiliki arti banyak juga. Antara lain: bila itu dianggap kerja, maka dapat diartikan, memelihara, memberi kekuatan/energi/kekayaan. Dan Kalau dianggap kata Sifat, maka dapat berarti, Tenang, lembut, indah, dll (atau Satwam). Dan Kalau dianggap kata Benda, maka dapat berarti, pemelihara, pemberi kekuatan/energi/kekayaan, air. Dan kalau disimbolkan dalam bentuk warna, maka Wisnu disimbolkan dengan warna Putih.<br />
<br />
Sedangkan kata "Brahma", bila itu dianggap kerja, maka dapat diartikan, memicu, mencipta. Dan Kalau dianggap kata Sifat, maka dapat berarti, Ambisius, cepat, lincah, dll (atau Rajas). Dan Kalau dianggap kata Benda, maka dapat berarti, pemicu, pencipta, api. Dan kalau disimbolkan dalam bentuk warna, maka Brahma disimbolkan dengan warna Merah.<br />
<br />
Kembali ke Tri Purusa... dimana yang terakhir adalah Siwa. Siwa disini ... ya adalah kita-kita ini yang menempati Bhur Loka (Bumi/planet2 yg lebih dominan berunsur tanah). Jadi dengan kata lain... suatu bagian (Jiwa) dari Brahman, yang mengisi Bhur loka, merupakan Siwa. Sehingga tak jarang... orang-orang bijak... melukiskan kita-kita ini, sebagai titisan/penjelmaan dari Siwa. Karena kita bisa menjadi sang executor (front-end) dari kehendak Brahman. Dan kita pun bisa menjadi sang pemicu, sehingga tak jarang pula, orang-orang bijak... menyebut status ini, dengan sebutan "Brahma Siwa".<br />
<br />
Dari Uraian diatas... kiranya cukup jelas...perbedaannya, Siwa dalam kontex Tri Murti, dengan Siwa dalam kontex Tri Purusa. Lalu ada juga istilah... Tri Kona, dimana saya rasa hal itu serupa seperti Tri Murti. Namun perbedaannya terletak... Kalau Tri Murti, lebih diarahkan pada penggambaran pola aktifitas Brahman. Sedangkan kalau pada Tri kona, lebih diarahkan pada alur (recycle) kehidupan/kejadian. Dimana Tri Kona meliputi, Lahir/Muncul (utpeti, yang bisa dilukiskan dengan kata “Brahma”), Hidup/Bertahan (stiti, yang bisa dilukiskan dengan kata “Wisnu”), dan Mati\Lenyap (Pralina, yang bisa dilukiskan dengan kata “Siwa”).<br />
<br />
Jadi sekali lagi cara memahami Tri Purusa, persis seperti Catur Warna, dimana kalau Catur Warna itu untuk mengambarkan status dari bagian penduduk di suatu daerah. Jadi misalnya, sebagian Warga negara Indonesia, ada yang berstatus Brahmana, ada pula yang berstatus Kstaria, ada pula yang berstatus Wasya, dan ada pula yang berstatus Sudra. Dari sini... bila sesorang yang telanjur telah menjadi Sudra... bukan berarti selama nya ia akan tetap menduduki sudra terus, dan sebegitu sebaliknya.... bila sesorang yang telanjur telah menjadi Brahmana... bukan berarti selama nya ia akan tetap menduduki Bramana terus.<br />
Persis seperti Tri Purusa... dimana ketika ada suatu bagian (Jiwa) dari Brahman, yang telah terlanjur berstatus siwa... maka bukan berarti selama nya Jiwa tersebut akan tetap berstatus siwa terus. Dan sebegitu sebaliknya....<br />
Sehingga Naik atau turunnya status dari jiwa itu.... ya dikarenakan oleh kehendaknya sendiri. Kalau saya lebih suka dengan istilah... karena ikut terprovokasi... sehingga menyebabkan jiwa itu tergerak. Coba kalau tidak ikut terprovokasi... ya tentu disitu-situ aja. Hal ini kalau dianalogikan, seperti Demo... kalau anda sudah terprovokasi... maka anda akan rela ikut demo itu. Kalau gak... ya anda bisa duduk santai dirumah... gak ikut teriak-teriak... Ya kan?<br />
<br />
Oleh karena itu... oleh orang-orang bijak... Sang Buddha itu mengajarkan sifat-sifat Siwa, dimana orang dituntut untuk malas. Malas disini... lebih mengarah pada tidak mudahnya untuk terprovokasi... Hal ini bagaikan orang yang malas (mau tidur), meskipun dia ditawari makanan enak pun... maka ketika itu dianggapnya tidak urgent(penting) sekali... maka ia tidak tertarik sama sekali. Dan melanjutkan tidurnya.<br />
<br />Melihat seluruh keterangan diatas, tentu anda akan berpikir bahwa Brahma, Wisnu, Siwa bukanlah sosok to... sehingga memunculkan pikiran bahwa Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa adalah sosok fiktif to...<br />
Pikiran tersebut ya kuranglah tepat juga... Kini perhatikan analogi dibawah ini:<br />
<br />
Tentu kita memahami kata “Dokter”... Lalu kita juga pernah melihat juga ...Pak/Bu Dokter. Sekarang kita korelasikan kata-kata diatas. Mengapa ada orang (Bapak/ibu) dapat gelar “Dokter”? Dan ketika seseorang telah mendapatkan gelar “Dokter”, apakah ia dapat dipersamakan/merupakan “Dokter” yang Absolut?<br />
Kata “Dokter” saja, ...maka saya anggap sebagai sesuatu yang Absolut. Dimana Dokter, bisa melayani (mengobati) seluruh orang yang sakit (pasien). Namun ketika itu... Menjadi Pak/Bu Dokter, maka bisakah seperti “Dokter” yang Absolut? Tentu jawabnya.... Ya tidak mungkin.<br />
Tapi apakah ini berarti, Pak/Bu Dokter itu telah gagal menjadi “Dokter”? Jawabnya... ya tidak juga... Dia tetap bisa membutikan bahwa dirinya adalah dokter... Ia bisa melayani (mengobati) orang yang sakit (pasien). Namun sekali lagi, kalau dituntut untuk melayani (mengobati) keseluruhan orang yang sakit ( = keabsolutan)... ya tentu tidak akan bisa. Ya khan???<br />
<br />
Seperti itu juga... antara kata “Brahma” dengan “Dewa Brahma”, antara kata “Wisnu” dengan “Dewa Wisnu”, antara kata “Siwa” dengan “Dewa Siwa”. Jadi apakah Dewa Siwa itu memang ada? Jawabnya...Ya, emang ada. Kalau gak ada...Bagaimana orang menggambarkannya? Tentang percaya atau gak... itu sama halnya.. Bagaimana cara anda memastikan, kalau Ibu RA Kartini itu memang ada (non-fiktif), wong anda, saya, dan mungkin semua orang ...ya tidak pernah ketemu langsung?? Tentu jawabnya.. kepercayaan itu diperoleh dari info-info yang berasal dari orang-orang yang bisa kita percaya ( memiliki authorisasi).<br />
Sama tho... tentang Dewa-dewa... hal itu bukan diceritakan oleh kalangan hindu saja... tapi Buddha pun (yang notabene, menentang pandangan-pandangan kaum Brahmana) saja, juga mengakui keberadaan dewa-dewa. Artinya Sosok seperti itu, memang ada... Entah bagaimana cara mereka melihatnya.<br />
Ya... Seperti... Bagaimana anda menyakini kata orang-orang Spiritual, dimana di Pohon jambu ada pocong? Padahal anda sendiri, gak melihatnya... Sehingga sekali lagi, ini menyangkut kreditibilatasi orang yang menyampaikannya.<br /><br />
Kembali lagi ke uraian diatas, ... Apakah dewa Brahma adalah Brahma yang Absolut? Apakah dewa Wisnu adalah Wisnu yang Absolut? Apakah dewa Siwa adalah Siwa yang Absolut? Tentu jawabnya.... Ya tidak mungkin.<br />
Namun ... apakah Dewa Siwa gagal menjadi Siwa? Jawabnya... ya tidak juga... Kalau emang gagal... maka makluk itu tentu tidak bakalan akan mendapatkan (gelar) pengakuan seperti itu donk... Ya tho...<br />
Kemudian... tentu anda akan bertanya lagi... ketika Dewa Siwa bukanlah Siwa yang absolut, maka mengapa sosok(penggambaran)nya, bisa dijadikan media untuk mengakses Siwa yang absolut?<br />
Hal ini.. sama halnya seperti, kita butuh Dokter... maka langkah awal ..ya mencari penjelmaan dari Dokter, dimana penjelmaannya adalah Pak/Bu Dokter. Apakah tidak begitu... logikanya?<br />
Dan kita tentu akan lebih sreg... bila kita bisa ketemu langsung (tatap muka) dengan Pak/Bu Dokter. Kemudian dengan mengetahui atribut-atribut Pak/Bu Dokter (seperti Seragam putih, membawa stateskop, dll), maka paling tidak kita lebih sreg... dalam memohon bantuannya dalam bidang kedokteran.<br />
<br />
Jadi jelas sudah... mengapa arca dewa siwa, bisa dijadikan media untuk mengakses Siwa yang absolut. Akan tetapi bila anda sudah mengenal Siwa yang absolut, tentu media-media untuk mengakses itu, bisa kita lewati/skip. Artian kata... arca-arca itu ya tidaklah harus ada/dipakai.<br />
<br />
Mungkin terbesit lagi, dipikiran anda... meskipun kita telah mengenal/mampu mengakses, Siwa yang absolut, Namun tetap saja Siwa... belum bisa dijadikan sesuatu untuk menggambarkan Brahman secara komplit. Jadi Ngapain kita mengakses, Siwa yang absolut? Jawabnya... terletak pada kata "Keabsolutan" itu... jadi apapun pola Brahman, entah itu... pola Brahma, pola Wisnu, atau pola Siwa... Saat kita telah mengenal/mampu mengakses, salah satu saja dari ketiga pola diatas secara Totalitas (absolut), maka artinya kita pun telah mengenal/menyatu dengan Brahman.<br />
Lagipula dengan adanya pilihan pola-pola energi Brahman... tentu ini sebuah kebebasan kita, dalam memilih/memanfaatkan pola energi Brahman yang pas buat kita, dalam menuju keabsolutan.
<br /><br /><br /><b><i>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </i></b></span></div>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-3572406468467019142012-04-07T00:22:00.007-07:002012-04-18T22:21:45.616-07:00Purana & Ithiasa<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, ….</em></strong></p><div style="text-align: justify;">Purana sering kali diartikan sebagai cerita dongeng/fiktif. Pandangan itu tidak salah juga, namun kalau itu dianggap suatu khayalan semata, maka itu suatu pandangan yang salah. Untuk itu, saya akan mencoba menyusun cerita yang semodel purana. Simaklah, cerita dibawah ini:</div><span class="fullpost"><div style="text-align: justify;"><br />Konon, Sang Programmer, entah mengapa... dia terjaga..dia menginginkan untuk menciptakan sesuatu untuk membantu para manusia di alam ini. Kemudian untuk mewujudkan keinginan itu, dia melakukan pertapaan yang sangat disiplin... sehingga seluruh kekuatan pikirannya terkumpul, yang menyebabkan lahir lah seorang wanita cantik, sexi, yang dinamakan Ms Word.<br />Dengan kecantikan “Ms Word”... para manusia di jagad ini, sangat menyukainya. Apalagi sifat nya “Ms Word”, begitu sangat lembut, begitu ramah (friend userly). Pokoknya Tanpa cacat sedikit pun, dan ini membuat Sang programmer merasa tersanjung dan agak besar kepala, karena bisa melahirkan putri yang secantik “Ms Word”.<br />Lama kelamaan Sang programmer juga ingin merasakan kecantikkan anaknya, Akhirnya dia mengawini anaknya sendiri. Dia bersenggamanya, dia menikmati setiap bagian-bagian “Ms Word”. Dan Pada akhirnya dari persenggamaan itu lahirnya putra yang bernama “Document”.<br /><br />Asyik bukan ceritanya? Di cerita itu…Seolah-olah ada Bapak yang menggauli anak nya sendiri, hingga anaknya hamil. Tapi Bukan itu, tujuan dari cerita (kejadian dari balik isi cerita) itu… melainkan itu adalah sebuah pengambaran suatu kejadian, dimana ada programmer yang mampu melahirkan karya/software, dan software tersebut, dia pakai sendiri untuk mendokument-kan pikiran2/keinginan2-nya yang akan ia curahkan lagi, pada selanjutnya.<br /><br />Dari gambaran itu, tentu anda sudah bisa menempatkan posisi purana itu dimana. Sehingga kalau purana dianggap suatu khayalan semata, maka itu jelas salah. Seperti diatas, kejadian yang dilukiskan itu memang terjadi (dalam artian kejadian dari balik cerita), bahkan nama-namanya itu juga memang ada, namun kalau di katakan, apa seperti itu kejadiannya (atau persis seperti itu)... Tentu ya...gak bisa, alias fiktif. Jadi kesimpulannya ialah, Purana merupakan cerita yang menerangkan pola aktifitas Brahman, yang dikemas dengan cara, membuat seperti sosok, mencari persamaan-persamaan model, dll.<br /><br />Sebelum kita menelaah isi purana-purana, ijikan dulu saya membahas tentang Ithiasa. Ithiasa lebih mengacu ke sejarah. Dalam artian, nama-nama tokohnya betul-betul ada, kronologisnya ya memang itu adanya, namun sekali lagi ...juga masih ada sisipan mencari persamaan-persamaan model. Untuk lebih jelasnya, simaklah kalimat berikut ini:<br /><br />“Susilo Bambang Yudhiono (SBY), semasa mudanya Ia masuk ke Kawah candradimuka”.<br /><br />Kalimat tersebut, kalau kita analisis... SBY itu memang ada, dan semasa mudanya, ia memang bersekolah di angkatan. Dimana sekolah angkatan itu laksana Kawah candradimuka. Sehingga kronologi yang dialami oleh SBY, memang begitu adanya.<br /><br />Jadi kesimpulannya dari Ithiasa adalah cerita yang menerangkan sejarah, yang dikemas dengan cara, mencari persamaan-persamaan model, dll.<br /><br />Jelas kan? Sekarang, kita coba menelaah beberapa bagian purana. Sehingga kita dapat mengerti... apa sih yang dikandung.<br /><br /><b><u>Purana tentang penciptaan alam semesta</u></b><br />Mungkin anda sudah tau semua, dengan cerita ini, dimana Ringkasan ceritanya seperti ini:<br />Entah mengapa Brahma terbangun/terjaga, yang selanjutnya dirinya melihat Wisnu yg sedang tidur diatas air. Hingga terjadi dialog, dan akhirnya Brahma lahir dari pusarnya Wisnu. Dengan begitu, Brahma memperoleh kekuatan dalam mencipta. Kemudian datanglah Siwa, yang merestui Brahma, dan kelak akan menjadi anaknya Brahma. Selanjutnya Brahma melahirkan Siwa.<br /><br />Dengan membaca cerita itu, jelas otak kita merasa aneh... seolah laki-laki bisa saling melahirkan, dan berbagai hal...yang makin membuat makin terasa seperti kyahalan semata. Memang dulu, saya mengakui seperti anda semua... Namun setelah saya cari-cari referensi, maka saya menemukan teknik-teknik dalam mengartikan itu.<br /><br />Ingat... Tujuan purana itu sesungguhnya mempermudah orang dalam mencerna aktifitas-aktifitas Brahman. Sehingga dijadikan seperti itu...<br /><br />OK... Sekarang kita artikan cerita purana diatas. Ada kalimat “Brahma terjaga”... artinya adanya keinginan / adanya ide awal. Kemudian, “Brahma bertemu Wisnu”, artinya ide tersebut mencari sesuatu kekuatan, untuk merealisasikannya.<br />Selanjutnya, “Datang Siwa untuk merestui Brahma”, artinya setelah ide tersebut mendapatkan kekuatan untuk merealisasikannya, maka harus adanya Yang menyetujui/Yang merestuinya.<br />Dan Akhirnya, “Brahma melahirkan Siwa”, artinya setelah semuanya terjadi, akan menyebabkan sifat2 tamas (sifat Siva), dan akhirnya memicu kehancuran lagi.<br /><br />Dengan begitu... jelas bahwa Brahma, Wisnu, Siwa...sesungguhnya pada kisah diatas, bukanlah sosok, melainkan pola aktifitas Brahman. Jadi ada aktifitas dari Brahman, yang sifatnya Rajas (aktif), shg adanya ide-ide/keinginan-keinginan. Dimana aktifitas-aktifitas semacam ini, di Veda menyebutnya <span style="font-weight: bold;">Brahma</span>.<br />Ada pula aktifitas dari Brahman, yang sifatnya Satwam (tenang), atau bisa dikatakan sebagai sumber kekuatan. Dimana aktifitas-aktifitas (pola-pola) semacam ini, di Veda menyebutnya <span style="font-weight: bold;">Wisnu</span>.<br />Dan yang terakhir, ada aktifitas dari Brahman, yang sifatnya Tamas (malas/lambat/bodoh), atau bisa dianggap sebagai finishing atau yang menyetujui/yang merestui. Dimana aktifitas-aktifitas (pola-pola) semacam ini, di Veda menyebutnya <span style="font-weight: bold;">Siwa</span>.<br /><br />Jadi Jelas sudah... Di purana itu bisa juga dipahami sebagai alur recycle. Dimana Dari ketenangan (Yang identik dengan Wisnu), muncullah ide (Yang identik dengan Brahma), dari ide... setelah terwujud...lahirnya sifat-sifat kemalasan/kebododohan (tamas, Yang identik dengan Siwa)...hingga terjadilah perang (saling menghancurkan). Setelah perang (saling menghancurkan), pasti muncullah ketenangan lagi. .... Begitulah peputaran itu terjadi... Kenapa itu terus terjadi? Jawabnya sungguh simple... sebab Brahman tidak pernah mati... Jadi Ya wajar... bila Beliau terus beraktifitas.<br /><br /><br />Saya lanjutkan lagi... Di purana-purana...kadangkala..kita jumpai cerita yg mengarah persenggamaan. Hmmm Senggama...??? Apa sih senggama itu? Untuk melukiskan apa sih?<br /><br />Senggama itu, sebuah persamaan model yang pas, dalam menerangkan kerja tanpa pamrih. Kok Bisa? Tujuan dari Senggama itu sebenarnya...kan punya anak. Namun ketika kita belum mendapatkan anak, maka kita pun tidak menyesal, kita tidak pernah merasa itu sia-sia... Dalam melakukannya pun kita merasa puas/senang.<br />Jadi ketika kita melakukan, kerja yang tanpa pamrih, kita pun senang dalam mengerjakannya. Maka kerja kita bisa disimbolkan dengan senggama.<br /><br />Kemudian, ada statement "Saat Kalarahu menelan sang bulan, itulah mengapa terjadi gerhana Bulan". Wah... terkesan ada makluk yg bernama "Kalarahu" yang mampu menelan bulan. Namun... sekali lagi, Kalarayu disini, bukanlah sosok, melainkan... Kala = waktu, rahu = kegelapan. Jadi kalimat diatas, sebenarnya mau menerangkan bahwa gerhana bulan terjadi kalau bulan ditelan oleh kegelapan. <br /><br />Kiranya cukup sekian dulu, Dan kalau ada waktu...saya akan sambung lagi. Oh Ya... sebelum saya tutup dengan panganjali... Saya berikan Statement “Kita tidak bisa menyatu dengan Brahman, tanpa Siwa”.<br />Coba anda artikan statement itu.... Kalau anda menganggap saya aliran siwa... mungkin anda masih teracuni, atau belum memahami artikel ini. Sebenarnya statement itu menyatakan bahwa “Kita tidak bisa menyatu dengan Brahman, tanpa Sang pelebur”. Siapa yang bisa membuat kita meninggal,... entah itu virus,... entah itu pembunuh, ...entah apa kek... itulah sang Pelebur/Siwa, atau ada bagian Brahman yang melakukan itu.<br /><br />Lalu ada contoh statement lagi “Tanpa Siwa, kita tidak bisa mewujudkan/menyelesaikan sesuatu”. Statement itu berati bahwa “Tanpa Yang menyetujui/Yang merestui, kita tidak akan bisa mewujudkan sesuatu”. Atau bisa berarti “Tanpa Sang Finishing, kita tidak bisa menyelesaikan sesuatu”.<br />Mari kita uji kebenarannya, Misal: kita mau mewujudkan/menyelesaikan banguan rumah. Maka kita tidak mungkin bisa membangun rumah tanpa persetujuan dari pemerintah. Artinya pemerintah bisa kita anggap sebagai Siwa.<br />Kemudian... Ketika kita membangun rumah...pasti kita akan menjumpai event finishing... kalau tidak... maka rumah itu belum bisa dianggap jadi donk. Artinya event finishing, juga bisa kita anggap sebagai Siwa.<br /><br />Dengan contoh-contoh statement diatas, Mudah²an anda akan lebih bijak dalam memahami kata-kata.</div><br /><br /><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-87688912283471360002012-03-28T20:56:00.004-07:002012-03-29T21:09:58.566-07:00Perbandingan Hindu & Buddha<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, ….</em></strong></p><div style="text-align: justify;">Saya kali ini mencoba untuk mencari perbandingan Hindu dengan Buddha. Adakah searah atau memang berlainan? Hal yang paling menghebohkan antar ke dua ajaran ini terletak pada:<br /><ul><li>Brahman itu kosong,<br /></li><li>Atman pun juga dikatakan kosong oleh ajaran Buddha.</li></ul></div><span class="fullpost"><div style="text-align: justify;">Secara referensi-referensi yang saya baca, di Buddha pun mengenal adanya dewa-dewa. Artinya ini membutktikan bahwa pandangan Rsi-Rsi Hindu juga ada yang dibenarkan oleh Buddha. Seperti diketahui bersama bahwa di Veda mengisyaratkan, semua yang menjelma adalah Brahman yang disebut Brahman Saguna .<br />Dalam Hal ini...dapat kita analogikan bahwa suatu penjelmaan adalah bagian dari Brahman. Dari sini dapat menimbulkan persepsi bahwa kesatuan penjelmaan-penjelmaan, dan baik yang belum menjelma adalah Brahman... Sehingga dapat diasumsikan bahwa Brahman sesungguhnya hanyalah sebuah alias.<br />Ketika Bahman adalah hanyalah sebuah alias, maka sesungguhnya Bahman adalah NOL. Inilah... yang dijadikan tolak pikir ajaran Buddha...<br />Namun di ajaran Buddha pun mengakui sebuah kesatuan tersebut. Artinya biarpun, Brahman itu dianggap NOL atau sekedar alias saja, tapi Beliau tetap mengakui bahwa itu ada. Ini spt gambaran, kata “MOBIL”, yang mana sih yang dikatakan MOBIL? Ban/roda nya kah? Body nya kah? Mesin nya kah? Atau apa? Tentu bagian-bagian tersebut bukanlah Mobil, dan tentunya pula, tidak ada suatu bagian tersebut yang beristilahnya.... yang paling dibutuhkan, paling mempunyai dampak, dan lain sebagainya.<br />Sehingga dipastikan pula bahwa Brahman yang bersadguna, tentu tidaklah Maha lagi. Sampai disini, mungkin kita dapat memahami bahwa pikiran Buddha (Sidarta Gautama), masih searah dengan Veda, bukan?<br /><br />Sekarang timbul pertanyaan, kalaulah istilah alias itu harus ada, mengapa Sang Buddha harus mengatakan bahwa alias itu NOL atau Brahman itu NOL (mengarah ketidak mengakui) ?<br />Setelah saya analisa, maka kemungkinan yang terbesar, adalah guna memotong/mencegah terlaksananya ritual-ritual Nyadnya, yang disebabkan oleh adanya provokasi-provokasi yang mengatasnamakan nama Brahman.<br />Sementara di veda pun... kegiatan-kegiatan yang berupa penyembahan haruslah dilakukan atas kesadaran atau memahami untuk apa hal itu kita lakukan. Disini, saya melihat adanya kesamaan arah pula.<br />Lagipula... kalau kita telaah lebih dalam lagi..maka di Hindu/Veda pun... Istilah Nyadnya untuk Brahman, juga tiada... (Lihat Panca Nyadnya)... artinya sesungguhnya, Brahman pun juga tidak membutuhkan itu semua. Sehingga jelas bahwa (NAMO / Sujud / Sembah) / Nyadnya, sesungguhnya kegiatan yg dilakukan atas dasar menghargai atau mengerti akan manfaat dari suatu bagian Brahman yang telah ber-sadguna.<br /><br />Mengenai Hal ini, jadi teringat pada kisah Sang Krisna, dimana Beliau pernah melakukan sabotase atau men-stop kegiatan penyembahan kepada Dewa Indra....<br />Dikisah tersebut terlihat bahwa lama-kelamaan dalam melakukaan Nyadnya terhadap Dewa Indra, masyarakat merasa terpaksa atau harus mengada-ada... sebab muncul pikiran... kalau kita tidak melakukan ritual itu, Dewa Indra akan marah...<br />Dan lama-kelamaan pun Dewa Indra juga menganggap itu sebuah keharusan, dan terjadilah pemanfaat kekuasan...<br /><br />Ada 2 hal yang menarik, yang dapat kita petik dari kisah ini, yaitu<br /><ol><li>Disaat Sang Krisna memenangkan aksinya.... maka mengapa Beliau kok tidak mengumumkan agar menghentikan kegiatan tersebut untuk slama-slamanya?<br />Ini membuktikan bahwa sesungguhnya kegiatan Nyadnya boleh dilakukan, bahkan sangat dianjurkan, karena hal itu dapat mengkikis keegoan kita. Tapi dengan syarat, dalam melakukan Nyadnya harus dilandasi ke-iklas-an (atas kesadaran sendiri).</li><br /><li>Dan apabila kita di posisi Dewa Indra, maka kita tidak boleh mengambil keuntungan dengan cara memanfaatkan kekuasaan. Dimana kekuasaan/energi tersebut hanyalah bersifat sementara saja, atau kasarannya... Cuma pinjaman saja, dimana Brahman meminjamkan itu untuk merealisasikan tujuan murni kita.</li></ol>Mungkin kisah seperti diatas, terulang lagi di masa Sang Buddha. Dimana kaum brahmana selalu memprovokator agar masyarakat terus-terusan melakukan Nyadnya. Sudah dapat dibayangkan, awalnya tentu kegiatan tersebut pastilah suatu pemikiran mulia, namun lama-kelamaan menjadi suatu paksaan. Melihat itu, sang Buddha melakukan hal yang sama seperti Krisna.... dan Hasilnya.... kaum brahmana pada waktu itu... keok alias kalah.<br /><br />Kemudian kita lanjutkan dengan pandangan Buddha, bahwa ATMA itu juga NOL. Tolak pikir dari pandangan ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah...<br /><ol><li>Apabila Brahman adalah NOL, maka ATMA pun akan menjadi NOL pula. Ini sesuai filsafat Veda, dimana Brahman dg Atma adalah sama.</li><li>Atman juga dianggap sebagai alias. Artinya bersifat kesepakatan kata dalam menamai suatu object. Jadi bisa saja... alias/kata atman itu bisa disebutkan, dan bisa pula tidak bisa disebutkan.<br />Hal ini seperti... bila sebuah lilin yang tadinya menyala... maka orang dapat menyatakan , Oh itu Api... tetapi ketika sebuah lilin tersebut dimatikan... maka orang tersebut tidak dapat lagi menyatakan , Oh itu Api. Namun walaupun begitu... tetap saja bukan berarti energi api itu lenyap. (ini sesuai dengan Veda maupun kajian ilmiah)</li></ol><br />Tapi lagi-lagi timbul pertanyaan.... mengapa Sang Buddha harus mengatakan itu?<br /><br />Maka setelah saya analisa, kemungkinan yang terbesar, adalah guna memotong rasa ke-AKU-an. Sebab seringkali ATMAN diindetikkan suatu personal yang berdiri sendiri. Dan ini lah yang membuat skat antara kita dengan Brahman. Jadi benarkah ATMAN anda itu milik anda sendiri? Bukankah seharusnya ATMAN anda itu adalah milik Brahman?<br /><br />Tapi dilain sisi, Veda mendorong bahwa Kita/aku adalah Tuhan (SO HAM). Pandangan ini juga tidaklah salah... karena juga bisa untuk meniadakan skat antara kita dengan Brahman. Lagipula, saya berpendapat bahwa Tuhan disini bukanlah Brahman keseluruhan... Tuhan itu adalah Brahman yang bersadguna... disini dapat diartikan bahwa Tuhan adalah bagian Brahman yang mempunyai misi.<br /><br />Jadi hemat saya, kedua pandangan tersebut pada intinya bertujuan sama...walau sepintas lalu terlihat bertolak belakang.<br /><br />Ini sama saja halnya dengan adanya kalimat... ”Kamu adalah pemilik rumah ini”. Dimana dengan adanya kalimat ini, memicu kita agar menjaga rumah tersebut dengan sebaik & seiklas mungkin, karena kita punya rasa/gambaran bahwa rumah tersebut adalah rumah kita sendiri.<br />Namun lama-kelaman, kalimat itu dibuat kesempatan... bahwa kalau rumah tersebut adalah rumah kita sendiri, maka kita bebas dong menjual prabotannya, kita bebas dong merusak, dan lain sebagainya.<br /><br />Akhirnya muncul kalimat lagi... “Kamu itu bukan pemilik rumah ini”. Dengan muncul kalimat itu, jelas ini merupakan penolakan atas kalimat pertama. Namun ini harus dilakukan (atau harus muncul kalimat tersebut), agar kebebasan yang bersifat negatif dapat dikikis. Baik tho tujuannya?<br />Akan tetapi, lama-kelamaan, hal ini juga menimbulkan rasa ketidakpedulian... karena toh ini...numpang saja. Ngapain harus saya harus melakukannya dengan sebaik & seiklas mungkin ???<br /><br />Sehingga memunculkan lagi... kalimat ... “Kalau kamu tidak mengurus rumah ini, kamu akan dipukuli”. Dengan demikian akan menimbulkan sedikit kepedulian... tapi akhirnya rasa keiklasannya tidak ada sama sekali.<br /><br />Seperti analogi diatas, maka jelas... statement/kalimat hanyalah sebuah sarana untuk menggetarkan kesadaran kita untuk menuju ke sebuah makna yang sama. Dan apabila itu sesuai dengan tingkat kesadaran kita, maka kita akan menganggap statement itu benar... sebaliknya begitu... apabila kalimat itu tidak sesuai dengan tingkat kesadaran kita, atau kurang bisa menggetarkan kesadaran kita, maka kita akan menganggap statement itu kurang benar dan bahkan salah.<br /><br />Kemudian ada hal lagi di Buddha, yaitu tentang Nibana... Sedangkan di veda, mengatakan hal itu sebagai Moksa. Banyak sekali orang memahami bahwa moksa itu bersatunya Atman dengan Brahman. Pepahaman itu... tidaklah salah... namun setelah saya baca-baca, maka Moksa itu adalah pencapaian tujuan murni kita. Dimana dengan tercapainya tujuan kita secara benar, maka otomatis, kemauan yang awalnya dapat membuat bersadguna, akan menjadi lenyap pula... dan pada akhirnya Atman bisa menyatu pada Brahman....sehingga atman pada saat ini, akan menjadi nirguna kembali.<br /><br />Saya akan memberi suatu analogi kecil... ada sekelompok orang...katakan lah sebuah kecamatan. Di kecamatan itu timbul suatu kesadaran untuk membangun pendopo untuk tempat bermusyawarah. Dengan adanya kesadaran itu... terbentuklah team kerja... dimana orang-orang di team kerja itu... tentu memiliki kesadaran yang sama... dan tentu juga, orang-orang tersebut sudah tau resiko-resiko yang akan dihadapi....<br />Proyek itu diperkirakan berlangsung 3 bulan. Sehingga hari pertama... dengan kesadaran yang masih fresh... mulailah kerja... menjelang malam, orang-orang di team kerja itu...beristiharat... tidur...<br />Esoknya... mereka bangun untuk kerja lagi... menjelang malam lagi, orang-orang di team kerja itu...beristiharat lagi... tidur lagi... begitulah hari demi hari terlewati<br />Pada hari ke 8... rupanya mulai ada orang di team itu...lupa atau terpaksa melakukan hal itu demi sesuatu hal... Pada hari ke 9,.... ada orang lagi di team itu... yang mulai ogah2an karena menurutnya ada oknum yg sperti itu... namun karena dia tidak berwewenang dalam menegurnya... akhirnya dia pun bisanya berdiam diri.<br />Pada hari selanjutnya... kian tatanan semakin kacau... tumpang tindih... amburadul... berantakan... semua orang di team itu pada lupa akan tujuan semula... Sehingga hari demi hari terlewati dengan tiada kemajuan sama sekali...<br />Melihat seperti itu... ada sekelompok orang yang diluar team itu (tapi masih 1 kecamatan)...yang tergerak untuk menagih hasil kerja proyek tersebut... mulai sindiran-sindiran...hingga aksi-aksi hukuman terjadilah...<br />Ada salah satu orang di team itu ..telah sadar...tapi dia bingung.... dia berserah diri dan mau mengakhiri job tersebut. Tapi apakah semudah itu? Tidak... karena dia akan terus dituntut bekerja untuk menyelesaikan proyek itu... Karena kesadaran itu pulalah yang memaksa ia harus bekerja hingga tercapainya tujuan awal.<br /><br />Dari analogi sederhana diatas, kita dapat melihat, awalnya terjadinya kerja... dalam kerja... dibutuhkan peputaran kala, dimana ini bisa dianggap perputaran reinkarnasi. Sehingga selama tujuan awal belum terwujud... maka perputaran itu akan terus berlanjut... Dan perputaran itu...tidak selalu akan membawa progress maju... bisa-bisa justru membawa mundur... atau diam ditempat.<br />Kemudian...bila itu sdh terlalu jauh menyimpang... maka ada bagian yang awalnya tidak bersadguna (nirguna)... menjadi bersadguna... demi untuk meluruskan tujuan semula.<br />Dan yang terakhir... ternyata memutus peputaran reinkarnasi, bukanlah hal yg mudah. Karena ketika kita sadar akan tujuan semula... maka kesadaran inilah yg justru memaksa kita untuk terus berkerja hingga finish...<br />Dan setelah Finish... maka keberadaan kita sudah tidak berguna lagi... jadilah kita bernirguna...alias tidak terikat oleh apapun yang menyangkut kerja kita tadi.<br /><br />Sehingga dapat disimpulkan hakekat hidup (bersadguna) adalah kerja untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Karena ini merupakan Kerja besar, tentu... dalam pengerjaannya, kita ditugasi per modul. Dimana seolah-olah, kita ditutup... sehingga terkadang kita tidak mengerti untuk apa modul ini, saya kerjakan... dan terkadang modul yang kita kerjakan sekarang ini, terasa tidak berarti apa-apa. Penutupan ini sebenarnya untuk bertujuan agar kita fokus dalam kerja. Tetapi Penutupan ini, bisa juga membuat kita terlena dan akhirnya lupa.<br /><br />Dan hal ini, di Veda... mengenalkan kita pada konsep Catur Prusa Arta... dimana Dharma (tugas wajib), dapat menimbulkan DANA & KAMA. Sedangkan DANA & KAMA itu bertujuan untuk Menyokong Dharma itu sendiri. Perputaran itulah yang dapat membawa kita menuju penyelesaian tugas kita, alias Moksa.<br /><br />Hal ini kalau dianalogikan... seperti halnya, kita mandi guna membersihkan debu-debu ditubuh... maka inti Dharma (tugas wajib) kita, saat itu adalah menyiramkan air ke tubuh kita.<br />Sehingga dari itu, air harus kita dapatkan, atau dengan lain... kegiatan Dharma ini memaksa kita untuk mencari/butuh/tergantung dengan si Air.<br />Air disini dapat kita sebut sebagai DANA (materi). Setelah air ada, maka dilanjutkan dengan, menyiramkan air tersebut ke tubuh kita. Hal ini menyebabkan kesegaran yang kita dapatkan. Artinya KAMA (kesenangan) pun diperoleh.<br />Sampai sini... kita baru melakukan 1 kali putaran saja (1 kali gayung siram)... sementara namanya orang mandi biasanya melakukannya beberapa kali gayung.<br />Sehingga DANA & KAMA yang kita rasakan tadi, menyebabkan kita rela melakukan kegiataan itu lagi... terjadi 1 kali gayung siram lagi.<br />Disini artinya DANA & KAMA bisa mendorong Dharma itu kembali dilakukan lagi.<br />Kejadian itu terus berulang-ulang, hingga kita mencapai titik finish... Dimana secara otomatis, kita pun merasa jenuh terhadap DANA & KAMA yang kita peroleh, sehingga tak ada pendorong lagi agar Dharma itu kembali diadakan lagi.<br /><br />Melihat anologi, tentu anda akan memahami arti kerja. Dan Sang Buddha pun juga mengatakan... janganlah kamu melakukan sesuatu yang tidak mengenakan, demi menuju kebebasan abadi. Jadi bila kita tidak mampu puasa... ya jangan dilakukan... sebab itu akan sia-sia saja. Lakukan Dharma anda sesuai dengan kemampuan anda. Toh para Rsi kita, memberikan banyak alternatif.... Namun sering kali... karena terlalu banyaknya alternatif, akhirnya dicari celah untuk mencari sesuatu yg enak-enaknya saja...<br /><br />Sekali lagi, artikel ini saya buat berdasarkan analisa saya sendiri... entah ini cocokmilogi, atau apalah... Tapi begitulah yang saya tangkap.<br /></div><br /><br /><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-18258886979211152342012-03-27T22:11:00.006-07:002012-03-28T20:56:16.144-07:00Meluruskan Kata-Kata Sansekerta<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, ….</em></strong></p><div style="text-align: justify;">Di kesempatan ini, saya akan mencoba menshare apa yang saya pelajari. Ternyata ada beberapa kosakata yang diplesetkan, sehingga kata yang semulanya bisa dicerna dengan mudah, diplesetkan/diplintirkan menjadi sesuatu yang ...wah...<br /><br />Oke... kita mulai kata “Agama”... kata ini berasal dari bahasa Sansekerta, dimana artinya “Tidak kacau”, “tidak berlari”, “Diam”, “Kekal”... yang semuanya itu mengarah aturan-aturan tentang ketingkahlakuan, dan sering pula dapat diartikan “tradisi”.<br /></div><span class="fullpost"><div style="text-align: justify;">Sementara kata “Kepercayaan”, lebih mengacu pada ke kata “Religi”. kata “Religi” ini ini berasal dari bahasa Latin, dimana artinya “Mengikat kepada sesuatu”.<br /><br />Dari keterangan diatas, maka kita lebih peka... dalam menyandangkan kata-kata tersebut. Namun entah kenapa seolah-olah kata-kata tersebut setara, dan akhirnya dihantam begitu saja. Hindu, Buddha, kejawen, jainism... justru ajaran-ajaran itulah yang cocok disandangkan dengan kata “Agama”. Sedangkan Islam, Kristen... lebih cocok di sandangkan dengan kata “Kepercayaan”/Religi. Untuk lebih jelasnya, simaklah penjelasan berikut ini.<br /><br />Ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism... lebih dititik beratkan pada tingkah laku/sila. Jadi ia percaya, atau sekalipun ia tidak percaya ke suatu sosok, asal ia melakukan/percaya dengan cara-cara (paham-paham) seperti itu, maka ia sudah bisa diklaim bahwa dirinya menganut ajaran tersebut. Sehingga pada ajaran-ajaran ini, tidak terlalu mengubris siapa yang menyampaikan (Rsi), dan para Rsi pun mengakui ... bahwa yang disampaikan itu bukanlah hak milik mereka, melainkan itu adalah milik Brahman dimana sudah ada dan berifat kekal... mereka tinggal mempelajari, memahami, dan menyampaikannya. Jadi menurut hemat saya, ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism... lebih cocok untuk disandangkan dengan kata “Agama”.<br /><br />Sedangkan seperti yang saya katakan di atas.... Islam, Kristen...lah yang lebih cocok untuk disandangkan dengan kata “Kepercayaan”/Religi. Mengapa? Ya jelas to... kini kita ambil contoh Islam... Biarpun ada seseorang yang melakukan sholat 5 waktu, zakat, dll... tapi saat ia ditanya...darimana aturan-aturan itu anda peroleh.... ketika ia menjawab “Oh aturan-aturan itu, saya peroleh dari nenek saya dan saya anggap itu berguna”... maka orang tersebut tetap belum bisa disebut sebagai Islam. Ya kan...?? Ia harus menjawab dengan kalimat Syahadat terlebih dahulu... baru ia bisa bisa disebut Islam. Jadi mau gak mau.... orang yang mau jadi Islam haruslah Percaya (Mengikat drininya kepada) Allah, dan Muhamad. Begitu juga Kristen, mereka yang mau jadi Kristen haruslah Percaya (Mengikat drininya kepada) Allah, Yesus, dan Roh kudus.<br /><br />Jadi kiranya cukup jelas paparan saya diatas... ajaran mana saja yang lebih cocok disebut agama, dan ajaran mana saja yang lebih cocok disebut “Kepercayaan”/Religi. Karena saya banyak melihat kesalahkaprahan... dimana orang-orang abramik... menganggap ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism, dll...sebagai sebuah aliran kepercayaan. Lho... apa tidak kelirukah?<br /><br />Kalau kita mau jujur, ajaran abramik lah yang mengajari kita untuk ber KKN... dimana kita dituntut melobi/menyenangkan suatu sosok, demi mendapatkan dispensansi-dispensansi khusus. Dimana walau kita melakukan kelakukan yang buruk, tetapi bila kita telah termasuk dalam koleganya...maka kita tidak akan tersentuh hukum lagi. Aneh Bukan?<br /><br />Tapi saya yakin anda semua sudah pada cerdas, Model KKN adalah model yang tidak pernah terbukti langeng... pasti suatu saat akan terbongkar, dan kembali ke hukum yang benar benar yang tak pandang bulu... yaitu Hukum Karmapala.<br /><br />Kemudian saya lanjutkan lagi, dengan kata “Tuhan”. Kata ini juga berasal dari bahasa Sansekerta, yang sebenarnya artinya sangat sederhana, yaitu “Mulia”, “Yang Mulia”. Tapi entah kenapa, lama-kelamaan menjadi sosok yang maha, bisa menciptakan alam, dan lain sebagainya. Sehingga bila kita luruskan ke arti semula, maka sesungguhnya, sesuatu yang dirasakan mulia/berharga, maka ia sudah bisa disebut dengan Tuhan. Misal: Ibu... Ibu bisa menjadi Tuhan...bila anak-anaknya merasa Ibunya mempunyai harga/nilai.<br /><br />Ketika kita merasa bahwa itu berharga, maka secara otomatis, kita akan memberikan apresiasi/penghargaan terhadap sesuatu itu yg dirasakan berharga. Kegiatan pemberian penghargaan itu, sering kita sebut dengan “Sembah”. Dan kata “Sembah” pun akhirnya mengalami pergeseran... dimana seolah-olah... “Sembah” adalah sesuatu yg wah... dan merupakan keharusan. Padahal..kalau kita lihat... adanya Sembah berasal dari kesadaran...dimana itu sebagai ungkapan rasa bahwa... yang diberikan penghargaan terhadap... yang memang dirasakan punya nilai (bermanfaat).<br /><br />Sehingga bila ada kalimat... “Tuhan meminta untuk disembah”. Sesuatu yang sangat konyol banget. Secara bahasa dan logika... sudah tidak nyambung... Mari kita telaah bareng-bareng... Ketika itu dinyatakan bahwa itu sebagai Tuhan... artinya itu...emang dirasakan bernilai. Karena sudah dirasakan bernilai, maka terjadilah ungkapan balik. Ungkapan balik inilah yang bisa kita sebut “Sembah”. Dimana kata “Sembah” berarti... Memberikan yang terbaik kepada...<br /><br />Jadi...justru ketika ada kata “meminta untuk disembah”... Ini menjadi tanda tanya.... mengapa Ia meminta .... apakah Ia gagal dalam menciptakan rasa bahwa diriNya Mulia... atau Kenapa?<br /><br />Sehingga kalimat yang pantas dan masuk akal, yaitu : Tuhan menyatakan bahwa dirinya berhak/layak/memperbolehkan untuk disembah. Dan bukan “mewajibkan untuk disembah”. Tapi sekali lagi... Ini bicara kalau Tuhan (yang mulia) nya sendiri yang bicara langsung... Namun kalau yang bicara itu pihak bukan Tuhan, maka sah-sah saja ...mau dia bilang “wajibkan untuk disembah”, “harus untuk disembah”, dll.<br /><br />Seperti contoh: Ibu dianggap mulia, sehingga anak-anaknya merasa bahwa ibunya Tuhan. Sah to??? Terus... anak sulungnya mengeluarkan statement “Sembahlah Ibu.”... itu wajar, Tapi kalau Ibunya sendiri yang mengeluarkan statement “Sembahlah Aku(Ibu).”...terlebih-lebih kalau <span class="fullpost">mengeluarkan statement “Sembahlah hanya ke Aku(Ibu).”... </span>wah... ini yang harus dipertanyakan... mengapa beliau berkata demikian...<br /><br />Mungkin itu dulu yang saya sampaikan... Semoga kita dapat meluruskan dan menempatkan kata-kata, sehingga mengurangi kesalahkaprahan kita. Artikel ini muncul atas diskusi saya dengan Mas Ngarayana. Terima kasih mas....<br /><br />Dan tak lupa, Saya ucapkan Selamat Hari raya Nyepi... tenangkan diri anda, perhatikan alam... jangan kita selalu mengintervensi alam... biarkan dia Istirahat 1 hari saja....</div><br /><br /><br /><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-78537203571739829822012-02-27T01:44:00.004-08:002012-03-01T18:01:55.314-08:00Animisme dan Dinamisme Dari Sudut Pandang Veda<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, ….</em></strong></p><div style="text-align: justify;">“Hindu adalah Agama Berhala”, “Hindu adalah ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>”, dan lain sebagainya... Begitulah kata-kata miring yang dilontarkan oleh kaum abramik. Sebelum kita jauh melangkah, ada baiknya kita mengenal konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>. Kedua ajaran tersebut, pada intinya adalah mempercayai roh itu ada. Dan kata <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b> dari bahasa Latin, dari kata “anima” atau "roh". Namun perbedaan antara <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, terletak pada:<br /><ul><li><b>Animisme</b> lebih mengarah ke roh yg abstrak (tidak bisa dilihat oleh indera mata biasa)</li><li>Sedangkan <b>Dinamisme</b>, lebih mengarah ke benda. Jadi benda tersebut diyakini ddiami roh/ ada penguasanya. Misal: Ada penguasa di pantai selatan, Cicin sakti, dll.</li></ul></div><span class="fullpost"><div style="text-align: justify;">Dari Point awal, maka dapat dipastikan bahwa semua ajaran setuju terhadap adanya roh/energi. Namun bukan itu saja konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>. Berikut ini, akan saya sampaikan konsep-konsep yang lainnya, dimana antara lain :<br /><ol><li>Dimana-mana ada roh² halus bermukim atau berkeliaran.</li><li>Roh² halus dianggap lebih berkuasa dari pada manusia dan mengatur segala-segalanya.</li><li>Nasib manusia ditentukan oleh roh².</li><li>Roh² dibagi atas berbagai kelas yang ada hubungan dengan kekuasaan mereka.</li><li>Roh² bisa mengganggu ketenangan manusia dalam berbagai hal dengan berbagai corak.</li><li>Manusia dapat memohon pada roh² apa yang diinginkan. Untuk bermohon perlu adanya upacara² dan atau sesajen atau mantra tertentu.</li><li>Biasanya dalam melakukan ritual, tidak bisa disimbolkan. Jadi harus Datang ketempat yg disakralkan.</li><li>Roh bisa berpindah tempat.</li><li>dll</li></ol>Melihat konsep-konsep diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, belum mengenal sebuah kesatuan atau dengan kata lain, belum mengenal kesamaan asal mereka (sang penguasa). Jadi... mereka yang menganut ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, menganggap sang punguasa itu berdiri sendiri-sendiri.<br /><br />Dari Situ lah terjadi pemikiran, bagaimana ya kalau mereka (sang penguasa) ada crash, dan akhirnya terjadilah perang. Nah...inilah yang memicu kita untuk selalu mencari 1 sosok yang paling berkuasa... agar bila terjadi itu... ada yang menyelesaikannya.<br /><br />Sedangkan di Veda... tidak seperti itu... memang tidak disangkal bahwa di suatu tempat ada roh atau ada sesuatu energi yang mendiami tempat tersebut. Namun... di Veda menerangkan bahwa mereka itu adalah sebuah bagian dari Brahman. Disini jelaslah sudah... bahwa mereka (sang penguasa) bukanlah berdiri sendiri-sendiri, melainkan mereka adalah bagian yang saling melengkapi, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan aktifitas Brahman.<br /><br />Point konsep selanjutnya... dikatakan bahwa “roh² halus dianggap lebih berkuasa dari pada manusia dan mengatur se-gala2-nya”. Sedangkan di Veda, telah menerangkan bahwa kondisi kita ditentukan oleh kita sendiri, bukan oleh siapa-siapa.<br />Terlebih lagi... di Veda mengatakan semua atman/roh adalah sama, yang membedakannya adalah peran/lakon yang ia emban. Dari keterangan tersebut, maka ditemukan satu lagi perbedaan konsep.<br /><br />Point konsep berikutnya... adalah bahwa “Manusia dapat memohon pada roh² apa yang diinginkan”. Ini mungkin harus diluruskan.... Sekarang saya bertanya “Bila anda bermasalah dengan hukum dan anda memohon grasi, maka pada siapa yang anda rujuk?”... Saya beri 2 opsi , “Kepada persiden kah? Atau kepada Pak SBY?”<br />Bila anda jawab...”ke Pak SBY”, maka anda mungkin telah termakan konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, dan itu bukan konsep Veda. Kalau pada konsep Veda, Jelas bahwa Pak SBY itu sama seperti anda... Namun Pak SBY memiliki jabatan Presiden. Sehingga yang harus anda rujuk, itu adalah jabatan kepresidenannya. Darimana asalnya energi/jabatan kepresidenannya? Jawabannya adalah , Dari sebuah kesadaran yg besar untuk beraktifitas bernegara. Dan kesadaran tersebut menjelma (yang salah satunya) menjadi Presiden.<br />Sampai disini Paham kan? Artinya ditemukan lagi perbedaan antara konsep Veda dengan konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>.<br /><br />Tidak bisa dipungkiri, didalam memohon atau merujuk ke salah satu energi/jabatan Brahman, kita harus melakukan ritual. Contoh kasarannya: Kalau kita memohon grasi ke presiden, maka mau gak mau kita harus melakukan prosedur-prosedur. Nah... timbullah pertanyaan “Haruskah pakai sesaji?”. Jawabnya, Tdak harus.<br />Mungkin perlu saya terangkan lagi arti dan tujuan dari Sesaji/sesajen. Sesaji/sesajen adalah Salah 1 bentuk kesadaran kita dalam menyajikan permohonan kita dengan cara mewujudkan dengan simbol-simbol, dimana tujuannya untuk mengurangi ketidaksempurnaan kita dalam menyajikan suatu permohonan.<br />Analoginya begini: ada seorang pemuda, yang ingin menembak/meminang gadis dambaannya. Ya... mungkin pemuda itu beru pertama kali melakukan itu, atau entah mengapa.... Ketika pemuda itu menjumpai gadis dambaannya, tiba-tiba pemuda itu menjadi sulit bicara (gugup). Dan akhirnya ia memyampaikan isi hatinya tidak cantik alias tidak bisa dimengerti oleh gadis tersebut. Tapi untunglah pemuda itu membawa sekuntum bunga, dan diberikannya pada gadis tersebut. Dengan begitu gadis tersebut bisa memahami apa yang ingin disampaikan oleh pemuda itu.<br /><br />Dari analogi tesebut, terlihat bahwa Sekuntum bunga dapat mewakili isi pesan yang ingin disampaikan. Sehingga jelaslah arti dan tujuan dari sebuah sesajen.<br /><br /><br />Selanjutnya ada kebiasaan dari penganut <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, yaitu dalam melakukan ritual, tidak bisa disimbolkan. Jadi harus Datang ke benda/tempat yg disakralkan, dengan kata lain mereka membuat stikma bhwa tidak ada benda/tempat yang lain di dunia ini, yang memiliki keistemewaan yg dimiliki oleh benda/tempat yang mereka sakralkan.<br />Hal ini bila dipandang dari sudut Veda, kuranglah tepat. Karena dalam mengakses keistemewaan yg dimiliki oleh suatu benda/tempat tertentu, maka kita diijinkan untuk menyimbolkannya, bahkan kita diijinkan menduplikasikan benda tersebut dalam rangka untuk memudahkan kita dalam berkosentrasi guna mengakses keistemewaannya.<br /><br />Misal: Diyakini bahwa abu jenasah akan suci bila terkena air gangga... maka kita cukup ke laut/pantai terdekat, bahkan bisa dengan air biasa... tentu dengan mantra2 khusus<br /><br />Sekarang ada ajaran... yang berteriak anti konsep <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, tapi mereka malah melakukan pratek-pratek tersebut. Lucu bukan?<br /><br /><br />Konsep yang lainnya dari ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, adalah Roh bisa berpindah tempat. Hal ini selalu dihubungkan dengan Reinkarnasi. Tapi konsep <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, sangatlah beda. Dimana mereka beranggapan bahwa setelah orang meninggal, maka roh itu langsung bisa menjalani proses kehidupan baru tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu.<br />Misal: ada orang meninggal, maka rohnya bisa langsung berpindah ke tubuh babi langsung tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu.<br /><br />Dengan adanya konsep ini, akhirnya kesurupan adalah bukti nyata. Sementara di Veda, menyatakan tidak ada istilah pergeseran atman. Lalu bagimana hal ini dijelaskan oleh Veda?<br />Di Veda, sudah dijelaskan bahwa hal yang mungkin terjadi itu adalah atma bisa dilapisi oleh kesadaran. Jadi orang kesurupan itu... adalah mengeser kesadaraannya... bukan atmannya. Mengapa kesadaraan kita dapat dikuasai oleh kesadaran yang lain?<br />Jawabnya, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:<br /><ul><li>Kesadaraan kita tidak kuat,</li><li>Rela untuk kesadaran kita tergeser oleh kesadaran lainnya,<br /></li><li>menganggap bahwa kesadaran yang mengusai kita adalah kesadaran yg lebih baik daripada kesadaran kita sendiri,</li><li>dll.<br /></li></ul>Kesurupan pada era ini... sangat banyak terjadi. Misal: Sekarang banyak orang di indonesia yang berlagak orang Barat, Orang arab. Padahal bukan itu kesadaran murni (jati diri) kita. Itu juga termasuk, fenomena Kesurupan. Tapi tenang.... ketika kesadaran luar tsb mencoba mengusai kita, dan bila kesadaran luar tsb bertentangan dengan lakon kita, maka itu hanya bersifat sementara.<br /><br />Kemudian upacara 3, 7, 40 hari, dst setelah orang meninggal, ini juga ajaran <b>Animisme</b>. Apakah bertentangan dengan Veda? Lihat dulu konsepnya... apabila itu dilakukan secara kesadaran untuk menghormati/memperbaiki efek-efek yang ditimbulkan oleh orang meninggal tsb... maka itu sangat direkomendasikan. Tapi apabila itu dilakukan karena takut, pamer, dll, maka lebih baik jangan dilakukan. Karena itu akan berefek negatif pada kita.<br /><br />Semua Ritual Yadnya... harus dilandasi oleh kesadaran shg muncullah ketulusan. Bukan karena takut, bukan untuk pamer... Intinya menjaga kelangsungan timbal balik, agar kita bisa memerankan lakon kita secara baik sehingga bisa me-realisasi-kan apa yang kita inginkan.<br /><br />Sekali-kali..kita coba berfikir terbalik... bayangkan kita itu adalah Tuhan...sehingga kita dituntut untuk adil dalam memberi perhatian kepada tumbuhan, hewan, manusia, dan semua aspek di alam ini. Ketika kita melakukan itu, maka object-object yang kita perhatikan tersebut akan memberikan respon timbal baik... misal: Tumbuhan yg kita perhatikan, memberikan kita buah terbaik. Ini pertanda bahwa tumbuhan tersebut telah melakukan Yadnya untuk kita, dengan cara membuahkan buah terbaik untuk kita.<br />Hal ini lah yang didorong oleh Veda... sehingga ada statement SO HAM (Aku adalah Tuhan). Ingat! Tuhan bukan lah Brahman.... Tuhan disini, adalah salah 1 penjelmanan dari Brahman, atau salah 1 aktifitas dari Brahman. Karena dengan berfikir spt diatas... maka Jelas kita telah melakukan salah satu aktifitas Brahman.<br /><br />Jadi... Apakah Hindu adalah konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>? Dan saya menantang anda berlogika, apa bila konsep ajaran <b>Animisme</b> dan <b>Dinamisme</b>, saya ganti dengan 1 roh saja, maka konsep nya seperti konsep ajaran siapa ya?</div><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-76084848354753167342012-02-27T01:21:00.002-08:002012-04-01T22:26:49.128-07:00Konsep Ke-Tuhan-an Veda<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, ….</em></strong></p><br /><div style="text-align: justify;">Ada sebuah Ilustrasi yg cukup menarik, yaitu: Ada seorang yg kakinya buntung.... karena kecerdasannya maka dia mampu membuat kaki palsu. Shg ia mampu berjalan bahkan bisa berlari. Tapi kira2 mengapa orang2 dan bahkan dirinya sendiri, tetap menganggap bahwa dirinya masih cacat???<br />Jawabnya : Karena orang2 dan bahkan dirinya sendiri, masih menganggap bahwa kaki yang ia buat bukanlah bagian dirinya.<br />Hal ini hampir sama spt pemikiran ajaran abramik, dimana semua di alam semsesta ini merupakan ciptaanNya, dan bukan dianggap dari bagian dariNya. Kalau lah kita mau jujur, maka ini termasuk sebuah kecacatan. Entah itu kecacatan dlm Pemahaman, atau memang Tuhan secacat begitu? Saya tidak tau jelas... tapi itulah pemikiran mereka.<br /></div><span class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;">Bagi penganut Veda, Jelas semua adalah di dalam Tuhan. Konsep ini yg sering disebut dengan Panenteisme (bukan "panteisme"). Bedakan kedua konsep tsb, Kalau Panenteisme itu, adalah semua di dalam tubuh Tuhan, sedangkan panteisme adalah semua adalah <span class="fullpost">Tuhan</span>. [Tuhan disini kita anggap saja, adalah Brahman, Sebab kalau merujuk arti sesungguhnya kata "<span class="fullpost">Tuhan</span>"... kok kurang tepat, Monggo dibaca <a href="http://www.blogger.com/adislogic.blogspot.com/2012/03/meluruskan-kata-kata-sansekerta.html" target="_blank">disini</a>.]<br />Memang secara sepintas lalu, kedua konsep tsb terlihat sama..... namun kalau kita camkan betul... konsep Panenteisme lah yg sangat identik dg ajaran Veda... Shg saya, anda, dewa-dewa, bahkan semuanya merupakan bagian dari Tuhan (yg disebut dg Brahman).<br />Kata Brahman pun juga sering diplesetkan menjadi kata Brahma, bahkan menjadi dewa Brahma. Maka dengan kesempatan ini, saya akan membahas kata2 tsb. Persamaan kata Brahman, kalau di Sastra Veda, sering kali disebut dg TAT, sedangkan kalau di Matram2, Beliau diidentikkan dg kata AUM. Bila kita telusuri lebih dalam lagi pada Veda, maka jelas Brahman itu bisa bersifat Nirguna, maupun Saguna. Berkehendaknya Brahman untuk menjadi saguna, menyebabkan Beliau mempunyai pola/bentuk/wujud. Nah... Para Rsi melihat atau (bisa mendefinisikan) bahwa ada 3 pola/bentuk/wujud utama dari Brahman saat berlila (Lila=aktifitas/olahraga).<br />Mungkin anda telah tau tentang ke-3 pola/bentuk/wujud utama dari Brahman, dimana seringkali disebut dg TriMurti.... Tri (3), Murti (pola/bentuk/wujud). Tri Murti meliputi Brahma, Visnu, dan Siva. Hal ini... janganlah diartikan Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siva.... Jangan.... sebab ini... kita baru bicara ttg pola/bentuk/wujud Nya dari Brahman, belum bicara ttg penjelmaan.<br />Bila anda sulit memikirkannya.... saya akan berikan analoginya, spt halnya, ketika anda beraktifitas, maka anda bisa nyanyi, makan, dan tidur... tapi lain halnya klo kita bicara ttg adanya Tukang Nyanyi (orang yg ahli bernyanyi), Tukang Makan (orang yg hobby/ahlinya makan saja), dan Tukang Tidur (orang yg ahli tidur saja / malas).<br />Dari analogi tsb... mungkin sudah terpikir bahwa Brahma dg Dewa Brahma, itu lain to pemahamannya....Visnu dg Dewa Visnu, itu lain to pemahamannya.... serta Siva dg Dewa Siva, itu lain jg to pemahamannya.... Shg kalau membaca/melantunkan matram.... AUM NAMO SIVA.... maka kira2 apa yang kita rujuk? Tentu jawabnya... Bkn Dewa Siva, melainkan aktifitas Brahman yg menjadi Siva... atau kasarannya kita memohon agar energi pola Siva dilimpahkan ke kita... supaya kita bisa menghancurkan sesuatu yang kita anggap sbg pengganggu...<br />Sekarang ada pertanyaan buat anda.... Dalam membangun tiang cor, Kira2 energi apa saja yg kita butuhkan? Brahma (pencetus ide) sajakah? Visnu (menjaga kelangsungan selama proyek) saja? atau Siva (sang finishing) saja?<br />Mari... kita telaah bersama2... Dalam membangun tiang cor, maka awalnya kita butuh perencanaan (dimana tiang itu berada, apa saja yg dibutuhkan, besi, papan,dll)... Ide2 spt itulah yg kita sebut Brahma. Kemudian... setelah selesai dg konsep2nya... maka kita mulai merangkai besi2, menegakkan papan2, lalu memberi kayu2... shg cetakan cor akan bisa berdiri selama proses pengecoran... artinya kita butuh kekuatan untuk menjaga kelangsungan selama proyek pengecoran... Jelas energi Visnu lah yg beraksi.<br />Kemudian setelah proses pengecoran selesai , dan adonan semennya mulai dingin/membeku... maka papan2 & kayu2 yg mana pada awalnya didirikan dan dikokohkan...sekarang justru dirusak/dihancurkan.... maka pada saat ini, energi Siva sangat dibutuhkan...<br />Dari penggambaran diatas... sangat jelas bahwa apapun tujuannya... maka AUM (A=Brahma, U=Wisnu, M=Siwa)... merupakan kesatuan yg tidak bisa terlepas satu sama yg lain, dan kesatuan tsb lah merealisasikan segala yang dikehendaki...<br /><br />Lanjut lagi kita pada purana2..bila kita simak ke 18 maha purana. Maka kita dapat lihat bahwa tidak ada yg paling berkuasa, paling hebat, tak terkalahkan.... semua lakon pasti punya masa2 menang dan masa2 tunduk kepada lakon yg lain... Hal ini menunjukkan, sdh ada pemikiran bahwa kita tidak patut membanggakan/menyembah ke salah satu lakon saja, melainkan kita harus melihat itu semua merupakan satu kesatuan dlm rangka menuntun kesadaran kita menuju ke tingkat yg lebih tinggi...<br /><br />Kembali lagi ke kata Dewa...Dewa lebih diidentikkan pada suatu makluk, dimana makluk tsb membawa salah satu energi/polanya Brahman, shg muncullah kata Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa... artinya Energi tsb menjelma menjadi suatu makluk dg wujud yg sesuai dg kondisi alam. Shg begitulah jadinya.... bahkan dapat digambar spt arca sekarang ini...<br /><br />Hal ini... mungkin menjadi cemoohan bagi orang abramik.... karena Tuhannya berwujud spt itu....<br />Kata Tuhan saja... bagi kita (pengikut veda) memiliki arti, Brahman yg sdh menjadi Saguna (berpola/ber-pratima). Shg terkadang...kita pun akan terjebak juga... akhirnya kata "Tuhan" disini disamakan dg keseluruhan Brahman (nirguna maupun saguna). Padahal ini jelas salah total...<br /><br />Jadi... analoginya begini.... Dalam aktifitas, negara Indonesia mempuyai 3 pola aktifivitas, yaitu: Legislatif, Esekutif, Yudikatif.... disini orang2 indonesia pun jelas masih bingung... sebab akan timbul pertanyaan, apakah Legislatif itu? apakah Esekutif itu? dan apakah Yudikatif itu?<br />Shg perlu adanya sebuah penjelmaaan lagi... akhirnya timbulah kata "Badan Legislatif", "Badan Esekutif", "Badan Yudikatif"... disini, artinya pola aktifivitas negera sdh berbentuk badan/unit.<br />Tapi lagi2, orang2 indonesia masih bingung juga... sebab, pertanyaannya sekarang adalah Siapakah Badan Legislatif itu? Siapakah Badan Esekutif itu? Siapakah Badan Yudikatif itu?<br />Shg perlu adanya sebuah penjelmaaan lagi... akhirnya timbulah kata "Ketua MPR", "Anggota Dewan", "Presiden", "Mentri", "Hakim", dll... disini, artinya pola aktifivitas negera sdh berbentuk Personal.<br />Itupun, terkadang masih bingung juga... akhirnya timbullah pertanyaannya, Siapa sih Presiden nya? Siapa sih mentri2nya? Dll<br />Akhirnya oleh kesadaran Indonesia.... akhirnya Pak SBY menjabat Presiden.... shg dengan begitu...orang2 indonesia akan jelas dan paham....<br />Kemudian akhirnya fotonya Pak SBY dipajang di setiap instansi...<br /><br />Terus...ada orang bodoh lihat fotonya Pak SBY... dan berkata ...hmmm begini to wajah indonesia.... Hal yg bodoh, bukan?<br />Lalu ada pertanyaan lagi buat anda.... ketika anda melihat fotonya Pak SBY... maka siapa kah yg anda rujuk untuk anda hormati? Pak SBY nya kah? atau Jabatan kepresidennya?<br />Kalau anda memilih "Jabatan kepresidennya", kira2 kenapa anda menghormati itu? Tentu jawabnya, karena anda menghargai salah satu penjelmaan kesadaran Indonesia.<br /><br />Satu lagi, yg ingin saya bahas... yaitu Kata "Sembah". Lupakan sejenak adanya Brahman...anggap kita blm mengenal apa2. Maka... faktor apa yg menyebabkan seseorang itu melakukan penyembahan terhadap sesuatu? Tentu jawabnya, karena orang tsb sadar bahwa sesuatu itu pantas dihargai.... atau paling tidak, orang tsb sadar bahwa dia butuh akan sesuatu itu. Ya kan???<br />Artinya...kegiatan "Sembah" itu, pada dasarnya dilakukan secara kesadaran....<br />Namun karena keterbatasan kita dalam melihat efek dari sesuatu object...Shg kerap kali kita menganggap "ah... object tsb tidak berguna...ngapain aku hargai itu.". Tapi untung adanya Veda, dimana kita dipandu bahwa ada 5 komponen yang patut kita sembah, yaitu: Dewa, Rsi, Pitra, Manusia, dan Butha... sedangkan 5 <span class="fullpost">komponen</span> itu asalnya ya...ke Brahman lagi..... Shg pada sesungguhnya kegiatan sembah kepada siapapun (ke-5 <span class="fullpost">komponen tersebut), </span>pada intinya adalah kegiatan "Sembah" kepada Brahman (Hyang Widhi) yg mana itu dilakukan dg kesadaran....<br /><br />Pada awalnya, Saya juga sering salah tangkap... antara Panca (5) Sembah dengan, Panca Nyadnya. <span class="fullpost">Panca (5) Sembah bukan berarti 5 </span><span class="fullpost">komponen yang patut kita sembah</span>, melainkan ada 5 tahapan dalam mengaturkan sembah [Ingat... kata "Sembah" berarti memberikan sesuatu yg terbaik kepada...<span class="fullpost">, Monggo dibaca <a href="adislogic.blogspot.com/2012/03/meluruskan-kata-kata-sansekerta.html" target="_blank">disini</a>.]<br />Sedangkan </span><span class="fullpost">Panca Nyadnya, menurut saya... lebih cocok diartikan </span><span class="fullpost"><span class="fullpost">5 </span><span class="fullpost">komponen yang patut kita sembah. Namun sekali lagi... Ingat...</span></span><span class="fullpost">kata "Sembah" berarti memberikan sesuatu yg terbaik kepada.... Sebab sering kali, kita terpleset oleh kata-kata, dimana awalnya berarti sederhana</span>... namun seiring asimilasi...akhirnya menjadi /berarti wah...<br /><br />Ini juga sering kali jadi bahan cemoohan bagi abramik.... Tapi klo dia mau jujur dan mau berpikir... bagaimana kah cara Tuhan dalam berkerja? Sendirikah? atau Dia mengerakkan bagian2Nya? Ini sering kali, membuat saya geli akan pemahaman mereka... padahal jelas2 di Quran.. Setiap beliau bekerja, maka Beliau menyebutnya diriNya dg "Kami", sedangkan di Alkitab, Beliau menyebutnya diriNya dg "Kita". Jelas ini menyatakan sebuah system, Kalau bicara "System", maka pasti ada lebih dari satu komponen. Kalau sdh tau, bahwa ada lebih dari satu komponen...maka komponen yg mana yg harus kita hargai? Ya... kalau kita mau dewasa, tentu semua komponen ya harus kita hargai...<br /><br />Namun saya harus akui..bahwa untuk memicu kesadaran, terkadang kita butuh hantaman, iming2, dsb.... Namun bila sdh punya kesadaran.. maka kita tidak butuh ajaran2 semacam itu... Jadi lakukanlah atas kesadaran.... Contoh kecil:<br />-ada orang tua... melihat akan itu... kita tergetar untuk membantunya. Dan ketika ditanya mengapa? Tentu jawabnya, Ini sdh jadi tugas saya, karena saya adalah bagian Brahman.<br /><br />Tapi bagi orang yg blm cukup kesadarannya.... maka agar mau menolong, harus pakai perintah atau iming2 atau ancaman. Shg klo ditanya, mangapa anda menolong orang tua itu? Tentu jawabnya, ya karena... salah satu faktor diatas... klo tidak perintah, ya iming2, atau ancaman.<br /><br /><br />Di Veda, tidak pernah mengatakan bahwa ada suatu lakon/aksi yg bersifat kesia2an. Semua ada pesan/tujuannya, yg mana untuk menggetarkan bagian lain... Sedangkan di Abramik... ada perbuatan yg dianggap sia2.... dimana perbuatan itu yg dilakukan oleh setan....Jadi konsep Ruawbineda jelas tidak ada di abramik.... Jadi pemahaman mereka itu, adalah Putih itu Allah, Hitam itu Setan. Sementara di Veda, Ruawbineda adalah kesatuan...dan itu semua dikuasai oleh Brahman.<br />Ini yg membuat semakin kabur, esensi dari kehidupan bagi ajaran abramik. Karena jelas...bagi ajaran abramik, Hidup adalah cobaan/test saja. Tapi di Veda, Hidup itu bertujuan merealisasikan keinginan. Sehingga kita disini untuk bekerja, bekerja untuk Brahman.<br />Ini kalau diumpamakan, kita spt telapak tangan.... lihat... ketika kita ingin membersihkan kedua telapak tangan kita dari debu... maka kita sengaja untuk mengadukan ke dua telapak tangan kita...plok...plok...plok...shg debunya bejatuhan dan bersihlah kedua telapak tangan kita.<br />Lihat...lebih dalam lagi... maka kita bisa lihat... bahwa kedua telapak tangan kita seolah saling menghajar/memukul.... ya seperti anda dg musuh anda,<br />Shg itu terjadi... maka kita tidak perlu dendam...anggap itu sesuatu yg digariskan oleh Brahman.... Lakukan secara dharma... Bila itu anda anggap yg terbaik, maka kerjakanlah....<br /><br />Ini seperti yang dikisahkan pada purana-purana. Dimana Narasinga harus bertemu dengan Hiranyakashipu, Rama harus bertemu dengan Rahwana, dan Kresna harus bertemu dengan Kamsa.<br />Sementara Kedua tokoh di ketiga babak cerita tsb, ya ...itu itu saja. Artinya Narasinga, Rama, dan Kresna adalah penjelmaan Visnu... dan Hiranyakashipu, Rahwana, dan Kamsa adalah penjelmaan dari abdinya Visnu...<br />Hal ini menunjukkan, jelas aktor yang melakukan kejahatan... dan itu adalah lakon/tugasnya.<br /><br />Mungkin anda bertanya, mengapa ada aktor yg mau memerankan kejahatan? Ini sekali lagi, seperti halnya buruh petani yg harus bermain dg lumpur sawah. Kalau secara nalar, maka apakah buruh petani itu bodoh sekali? Kalau lah itu memang tugasnya, mengapa buruh petani itu harus bersih-bersih dulu sebelum ia pulang? Bukankah harusnya kekokotoran yang dibawa oleh buruh petani itu dapat dimaklumi?<br />Dari analogi tsb, mungkin dapat membuka wacana/pandangan kita dalam melihat sesuatu yg berlawanan dg lakon kita, dimana sering kita identikkan dg istilah “Musuh Kita”. Sedangkan interaksi kita dg “Musuh Kita” adalah sebuah getaran yg menggetarkan pihak lain untuk bekerja.<br /><br />Jadi sadarlah.... tidak ada sesuatu pekerjaan yg sia-sia... karena semua itu adalah kehendak dari Brahman.</div><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-76406292205908159012010-08-11T22:09:00.000-07:002010-08-12T20:16:09.607-07:00Pura Ponco Sono Giri<p align="justify">Pada tanggal 26 Juli 2010…Pura ini melaksanakan piodalan dimana bertepatan juga dengan rampungnya renovasi padmasana. Saya sendiri saja agak mengkuatirkan usaha ini, karena para pengempu pura ini boleh dikatakan kelas ekonomi menengah kebawah (termasuk saya sih… hehehehe). Tapi sekali lagi oleh kekuatanNya dan usaha pengempu pura maka jadilah perenovasian padmasana pura ini.</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Pura ini membawa nilai tersendiri bagi saya pribadi, karena di tempat inilah saya dibersihkan dan menyadarkan saya tentang karma saya yang sangat hina. Dengan model yang sederhana, membuat hati saya terenyuh… Beliau yang mulia, agung saja mau duduk di kursi yang sederhana begini… mau mendengarkan keluhan orang-orang yang tidak berkelas begini. Sungguh pura ini dapat melukiskan kemahaanNya… Maha segalanya untuknya.</p><br /><p align="justify">Sejerah pura ini sangat atik… di sekitar pura ini terdapat sebuah punden yang dipercayai oleh masyarakat disekitar sana sebagai peninggalan kerajaan. Jadi tiap hari tertentu maka semua masyarakat itu berkumpul dan membawa sesajen. Melihat gelagat/corak masyarakat itu, maka PHDI mencoba untuk meluruskan agar ritual-ritual yang beresensi suci tersebut agar tidak disalah gunakan. </p><br /><p align="justify">Namun usaha tersebut tidak mudah seperti membalikkan tangan saja. Banyak rintangan-rintangan dari saudara-saudara kita yang beropini bahwa itu adalah langkah melegalkan kemusrikan. Namun karena kegigihan dan pendekatan-pendekatan yang dilakukan umat Hindu, maka direstuilah pembangunan pura di area punden tersebut oleh Bapak Camat saat itu… Astungkara deh… terwujudlah satu rumah lagi untuk Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga umat/masyarakat di sekitar pura tersebut yang hendak berexpresi mengabdi kepadaNya, tidak usah jauh-jauh. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa ada beberapa umat dari non Hindu yang tetap taat untuk mengaturkan sesajen di punden itu.</p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td align="center" valign="top"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg5k0m69W_dHQnLyyeXqjzB9Axjzrhwa7Cq6RKiXdjPltN5eg3c4wC_rtD0I8STxAN55qFMV5uPwJ4DD1uW0Cgblfz3CqHL-wWJ1vY9ZN2IkGQALRlXA94jFiKPdPAQpeWOQ0MQBm-FO2-/s1600/Foto121.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjg5k0m69W_dHQnLyyeXqjzB9Axjzrhwa7Cq6RKiXdjPltN5eg3c4wC_rtD0I8STxAN55qFMV5uPwJ4DD1uW0Cgblfz3CqHL-wWJ1vY9ZN2IkGQALRlXA94jFiKPdPAQpeWOQ0MQBm-FO2-/s320/Foto121.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5504386933943331394" /></a></td><br /> <td align="center" valign="top"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqvXYlP3SRlsdqkOniRsR4KGonauVVF8dFn-eQuKt9nuoZBYX-5EaDYk8HstpvrLxgmDTtZe9oiYj0arTUpNP3eFDSi3_06LjbdBqdAVM02OxzzI9BeEIlz5EGY0HFSv7OjVqcZXOmfRSf/s1600/Foto125.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 320px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiqvXYlP3SRlsdqkOniRsR4KGonauVVF8dFn-eQuKt9nuoZBYX-5EaDYk8HstpvrLxgmDTtZe9oiYj0arTUpNP3eFDSi3_06LjbdBqdAVM02OxzzI9BeEIlz5EGY0HFSv7OjVqcZXOmfRSf/s320/Foto125.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5504522203519893746" /></a><br /></td><br /> </tr><br /> <tr><br /> <td align="center" colspan=2 valign="top"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNJrAzBCQQo-Lp_Pxfu8Yut8Xhr1eipxGPq3ZyMD0dVUuFYUcZolWQqb5rdwY5qgY3XdIk4bOuxboi1wQjecrUmlhWlHgMOvg6Xejy1jOkmCoZ0qZew2yQ80j-N2GTEXh3qbZjucX-ow9H/s1600/Foto122.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjNJrAzBCQQo-Lp_Pxfu8Yut8Xhr1eipxGPq3ZyMD0dVUuFYUcZolWQqb5rdwY5qgY3XdIk4bOuxboi1wQjecrUmlhWlHgMOvg6Xejy1jOkmCoZ0qZew2yQ80j-N2GTEXh3qbZjucX-ow9H/s320/Foto122.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5504441150897475154" /></a><br /></td><br /> </tr><br /> <tr><br /> <td align="center" colspan=2 valign="top"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP8KHV_ZaJHRIb3OxtctHZfnqPlSKINH0a3D-iKca6D9O2GQMRtL1Q4Tt72nSw-jpI6iC31StzQtxg6o9QXJZxHmQoacm3_9pYEPXJBH5hUpLTuvQBjwO58c_oHjYkqEUvpsLUMryQVrnt/s1600/Foto123.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 320px; height: 240px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiP8KHV_ZaJHRIb3OxtctHZfnqPlSKINH0a3D-iKca6D9O2GQMRtL1Q4Tt72nSw-jpI6iC31StzQtxg6o9QXJZxHmQoacm3_9pYEPXJBH5hUpLTuvQBjwO58c_oHjYkqEUvpsLUMryQVrnt/s320/Foto123.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5504520599355875874" /></a></td><br /> </tr><br /></table><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td width="5" valign="top">*)</td><br /> <td valign="top"><p align="justify">Karena saya tidak bisa memberikan alamatnya dengan jelas, maka saya akan memberikan memberikan point GPSnya. BT = 112,702729°, LS = 7,277650° - Ini adalah posisi tepat saya bersembahyang (<a target="_blank" href=http://www.google.com/maps?q=-7.277650+112.702729&t=m&z=16">Lihat Peta</a>). Saya mengharap bagi yang membaca postingan ini atau umat Hindu, maka kunjungi pura ini, dan jangan lupa Bantulah pura ini dengan kemampuan anda miliki, bisa dengan pikiran, tenaga, kasih, ataupun harta.</p><br /> </td><br /> </tr><br /></table><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-89601954568907317942009-12-06T03:14:00.002-08:002012-04-27T02:13:01.101-07:00Point GPS Pura-Pura<div align="justify">
<b><i>AUM SWASTIASTU, ….</i></b><br />
<br />
Jaman teknologi sudah maju... Ini terbukti dengan ada sarana GPS. Mungkin tidak asing lagi bagi kita semua dengan istilah GPS (Global Position System). Dengan ini kita dapat menandai suatu daerah, sehingga bila kelak kesana maka kita tigak perlu bingung-bingung lagi.<br />
Memang kita akui pembangunan pura tidak semudah membangun masjid/gereja. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,antara lain: Tidak mudahnya untuk mendapat ijin, Dana, Serta biasanya pembangunan pura itu di daerah-daerah yang bernilai (Baik itu secara sejarahnya, auranya, dan lain sebagainya). Dari faktor itu dah dapat tergambar bahwa letak/posisi Pura kebanyakan belum beralamat jelas... Gimana mau jelas...wong kadang-kadang jalan menuju kesana saja harus jalan setapak kok.<br />
Tapi tenang...ada GPS, berikut ini adalah daftar point-point GPS Pura yang pernah saya kunjungi:</div>
<br />
<div align="justify">
<span class="fullpost">Klik Link ini : <a href="http://maps.google.com/maps/ms?ie=UTF&msa=0&msid=216649971231367326454.0004ab9a01791c9c83dec" target="_blank">Peta</a><br />
(http://maps.google.com/maps/ms?ie=UTF&msa=0&msid=216649971231367326454.0004ab9a01791c9c83dec)<br />
Link ini terus saya update kok...<br />
<br />
<br />
<b><i>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </i></b></span></div>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-60969760695361953412009-12-06T02:45:00.000-08:002009-12-06T03:07:06.151-08:00Pura Kerta Buana – Gresik<p align="justify">Setelah dari <a href="http://adislogic.blogspot.com/2009/11/pura-kerta-bumi-gresik.html">Pura Kerta Bumi</a>, kami lanjutkan lagi perjalanan kami menuju ke sebuah pura. Letak pura tersebut tidaklah jauh dari pura Kerta Bumi, kira-kira 0,5Kilo meteran. Berhubung kami masih awam daerah situ, kami diantarkan oleh salah satu warga yang sedang ngayah (kerja bakti) di pura Kerta Bumi. Itupun mereka sendiri yang menyarankannya. Sebelumnya kami juga diberi mangga oleh warga disana… waduh rasanya jadi malu …hehehehe… Akhirnya berangkat lah kami dengan panduan seorang guide. Dan Tibalah kami di pura yang kami tuju… Mungkin kami adalah orang-orang yang sangat sempit pandangannya, dimana sebagai ucapan terimakasih, kami ingin memberi uang rokok kepada orang yang telah menjadi guide. Ternyata hal malah dianggap sebuah penghinaan, dimana dia berkata, “Kalau bapak ibu tetap memaksa agar saya mau menerima uang ini, maka lain kali saya tidak akan mau membantu anda lagi lho dan tidak akan menganggap anda sebagai saudara kami.”, sambil tersenyum lembut.</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Sejenak saya berpikir, “Masih ada tho orang yang mau membantu tulus iklas?”. Sebab saya saja kalau ke singaraja, ketika saya Tanya rumah nenek saya saja… eh…langsung ditawari untuk jadi guide nya… dan Tentu dong ada imbalannya. Sungguh perbedaan yang sangat jauh… Tapi aku ya tidak bisa menyalahkan siapa-siapa, mungkin ini terpengaruh oleh desa kali patra. Akan tetapi dari sini saya dapat pembelajaran Tat Twam Asih, dimana janganlah dikit-dikit bicara tentang imbalan, kerja lah buat sesamamu seolah-olah apa yang kamu kerjakan adalah untuk dirimu sendiri.</p><br /><p align="justify">Dari halaman pura, kami sudah disambut oleh seorang pemuda. Dia menerangkan bahwa pura ini bernama pura Kerta Buana. Kisah pembangunan pura ini juga tak jauh beda dengan pura-pura yang telah kami kunjungi, yaitu: atas usaha umat sendiri. Walaupun ada oknum-oknum pemerintahab yang berusaha untuk mempersulit pembangunan, namun… Astungkara lah pura Kerta Buana ini tetap berdiri. Saya melihat ada gong jawa, tatanan yang cukup rapi dimana menandakan pura ini terawatt dengan baik. Sehubung kami tiba pada pukul 17.45 wib, maka oleh penjaga pura ini dimohon agar kami ikut persembahyangan bersama. Undangan tersebut tentu kami terima, karena kami juga ingin merasakan keguyuban warga Hindu Bongso ini. </p><br /><table width="100%" border="0"><br /> <tr><br /> <td width="50%" align="center" ><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6VEv4W45yvX_UF349xMIyl1ujG8mfx03hJj2zmhGjTTea5zo_bbCGYlrxWN-Ce7_DXe_dICH6nqmj8rioixcgocACtbwv-DMeoF8QlnkPeprScaBfChde-FSpJT_yiX1bc2U7uKLFc7uT/s1600-h/gong.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width:200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj6VEv4W45yvX_UF349xMIyl1ujG8mfx03hJj2zmhGjTTea5zo_bbCGYlrxWN-Ce7_DXe_dICH6nqmj8rioixcgocACtbwv-DMeoF8QlnkPeprScaBfChde-FSpJT_yiX1bc2U7uKLFc7uT/s320/gong.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412074817241423362" /></a><br /></td><br /> <td align="center" ><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi98f7lnlBBsBxYtzrLmUTg4qJ0ZVwhZVxS-sDvbc5xKJextaNWQUkfL8H2H6t0cdplG2HkhbAOOypg1RwdM46NPw0IQlDkOD07q16lY_qzzulkxWmGpaGD491VRss5O2PtNV5RpwIlFxgD/s1600-h/pemangku.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi98f7lnlBBsBxYtzrLmUTg4qJ0ZVwhZVxS-sDvbc5xKJextaNWQUkfL8H2H6t0cdplG2HkhbAOOypg1RwdM46NPw0IQlDkOD07q16lY_qzzulkxWmGpaGD491VRss5O2PtNV5RpwIlFxgD/s320/pemangku.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412077228530306962" /></a></td><br /> </tr><br /> <tr><br /> <td colspan="2" align="center" ><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQpTl8TIHYbcwQDgjI2HpvgRUhKHGAsLiDk_uZvA1YVPI7cOwLTSaSR-w-FSTJVdQ-GhOvYgr8kbuaStazQk_utnrD-pTU0sfM0b2d_gBg4GKyJHDt0R6iO5GnJXznAsMxaaYf9S8dW8q2/s1600-h/kertabuana_gap.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQpTl8TIHYbcwQDgjI2HpvgRUhKHGAsLiDk_uZvA1YVPI7cOwLTSaSR-w-FSTJVdQ-GhOvYgr8kbuaStazQk_utnrD-pTU0sfM0b2d_gBg4GKyJHDt0R6iO5GnJXznAsMxaaYf9S8dW8q2/s320/kertabuana_gap.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412077629859381314" /></a></td><br /> </tr><br /></table><br /><p align="justify"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGdAJTTX8HF6RJk4GlUefVAkhFoRL6XZa49k9505KQlzikG6E8C5-r1jYGdgA_LhZSDlVQG1qhE8BTS0n9-qd1wQMl6FSZkt-CLZynLr4bMk2J-VLOGzhb2SfExiLDSv7w0UK_r1j1UtMP/s1600-h/kertabuana_pad.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 150px;" align="left" hspace="5" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgGdAJTTX8HF6RJk4GlUefVAkhFoRL6XZa49k9505KQlzikG6E8C5-r1jYGdgA_LhZSDlVQG1qhE8BTS0n9-qd1wQMl6FSZkt-CLZynLr4bMk2J-VLOGzhb2SfExiLDSv7w0UK_r1j1UtMP/s320/kertabuana_pad.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5412073619928421890" /></a>Telah terdengar mantra-mantra yang dikumandangkan oleh pemangku. Ini berarti upacara persembahyangan akan segera mulai. Sehingga masuklah kami ke Mandala utamanya, tak lama kemudian satu per satu umat pada masuk. Kumerasa ada hal yang mengharukan, baik muda maupun orang tua, ada orang yang berpakaian adat jawa, semua berkumpul untuk menyembah Hyang Widhi. Ditambah dengan kidung-kidung jawa, seraya aku hidup dijaman Majapahit… Sungguh pengalaman yang tak terlupakan. </p><br /><p align="justify">Setelah upacara persembahyangan selesai, kami berbincang-bincang sama warga. Sungguh ku merasa damai. Namun sayang beribu sayang, rupanya sang kala tak mau kompromi lagi, dimana esok kuharus kerja sehingga aku harus pulang untuk mempersiapkan esoknya. Batinku hanya bisa mengucapkan, “Terimakasih Tuhan, Kau telah menunjukkan rumah-rumahMu, dan bantulah kami untuk lebih memahamiMu.”. </p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td width="5" valign="top">*)</td><br /> <td><p align="justify">Karena saya tidak bisa memberikan alamatnya dengan jelas, maka saya akan memberikan memberikan point GPSnya. BT = 112,614680°, LS = 7,274110° - Ini adalah posisi tepat saya bersembahyang. Saya mengharap bagi yang membaca postingan ini atau umat Hindu, maka kunjungi pura ini, dan jangan lupa Bantulah pura ini dengan kemampuan anda miliki, bisa dengan pikiran, tenaga, kasih, ataupun harta.</p><br /> </td><br /> </tr><br /></table><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-537595940637127042009-11-20T00:52:00.000-08:002009-11-22T21:00:36.401-08:00Pura Kerta Bumi - Gresik<p align="justify">Karena keterangan dari penjaga <a href="http://adislogic.blogspot.com/2009/11/pura-jagad-dumadi-laban-gresik.html">Pura Jagad Dumadi</a> bahwa pura ini bukanlah di daerah Bongso, dan menurut sipenjaga pura itu, masih 2,5Kiloan untuk menuju daerah Bongso serta di daerah tersebut terdapat 3 pura lagi. Batinku rasanya bahagia sekali, ternyata ajaran Veda terus bergerak meskipun terjadi pembungkaman disana-sini. Tanpa pikir panjang lagi, setelah dari Pura Jagad Dumadi, kulanjutkan perjalananku ke daerah Bongso. Tapi saya pun belum tau, ke pura manakah saya tuju? Pokoknya bonex lah (bondo nekad) hehehehe... Sesampainya di jalan Made, mobil kami berhenti. Sebab kami tak harus kemana, sambil menunggu masku tanya ke orang2, sejenak saya lihat alam sekitarnya. Batinku berkata, "Hmmm seperti pedesaan ya?". Namun benar, jika anda kesana, maka melihat kebun-kebun...ya seperti layaknya desa..</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Beberapa saat masku menuju ke mobil... "Dekat lagi kok" kata masku. Dari informasi yang masku peroleh, akhirnya kami teruskan perjalanan kami. Setelah melalui jalan yg berliku-liku, sampailah kami di sebuah pura. Pura tersebut masih dalam pembangunan. Wah... malu rasanya... kami kesana pakai mobil layaknya pejabat yg sidak, tapi kesana tanpa bawa apa-apa. Karena sudah sampai, mau gak mau harus masuk... Masuklah kami ke pura itu. Kami disambut dengan ramah, melihat jalanku susah, langsung ada orang yang membantu...pokoknya welcome deh...</p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td align="left"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidHp_06gsDbo_5-DBxoUrPAugw3uQ2zRwPBoe8QdXsxk5C-UWvzNJ9ZBwBudRFw13Ksfxw5DwYSmMMM6HpWaX6NG1rZ84MFY2Sof-C0H0dmqlV9DtqY82P0pbf_I-0MjeuCyV3NW3c9OK-/s1600/ngayah1_kertabumi.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 190px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEidHp_06gsDbo_5-DBxoUrPAugw3uQ2zRwPBoe8QdXsxk5C-UWvzNJ9ZBwBudRFw13Ksfxw5DwYSmMMM6HpWaX6NG1rZ84MFY2Sof-C0H0dmqlV9DtqY82P0pbf_I-0MjeuCyV3NW3c9OK-/s320/ngayah1_kertabumi.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5406108615190343090" /></a><br /> </td><br /> <td>Umat-umat lagi pada masang paving</td><br /> </tr><br /></table><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td align="right">Umat-umat kerja bakti untuk membuat pintu masuk </td><br /> <td align="right"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh40h48EoCRX0NNe5DM1PPOYNEp9iOJpFpL1SytVDcZ4SE5MEFKfCM-zTLtTgkdJx2biz7fS1jyYscciRZZNnKegB7JdxMbcZOQlTZHHxk5pJrFn7-3VakoKGEYq2bUVTUwVsc07-n9G85i/s1600/ngayah2_kertabumi.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 190px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh40h48EoCRX0NNe5DM1PPOYNEp9iOJpFpL1SytVDcZ4SE5MEFKfCM-zTLtTgkdJx2biz7fS1jyYscciRZZNnKegB7JdxMbcZOQlTZHHxk5pJrFn7-3VakoKGEYq2bUVTUwVsc07-n9G85i/s320/ngayah2_kertabumi.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5407155971836590450" /></a><br /></td><br /> </tr><br /></table><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td align="left"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2z9u0sv3OuDn9NORdgbcMa8VDXL1XmuH9tdi5jtv6xoVz_0DkGXwLEYQzxjdW_HWK1f7vblcmM5m1FbMMWAL5XVBlBGUxFQ0ek0TkrRwA7Scwn0Z8yJhYQmwsmd-xQSUptMjr5ToIFHyS/s1600/gapura_kertabumi.jpg"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 190px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi2z9u0sv3OuDn9NORdgbcMa8VDXL1XmuH9tdi5jtv6xoVz_0DkGXwLEYQzxjdW_HWK1f7vblcmM5m1FbMMWAL5XVBlBGUxFQ0ek0TkrRwA7Scwn0Z8yJhYQmwsmd-xQSUptMjr5ToIFHyS/s320/gapura_kertabumi.jpg" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5407155356201871122" /></a></td><br /> <td>Gapura menuju mandala utama</td><br /> </tr><br /></table><br /><p align="justify"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuWH-riI3Vkz1ZkDYu1yYKyuRofF3Q3UQH7wOOSbx4Jkc1fG_2IZvSb5xyW_dETycI-HcjHMRVrr_RZs9ArOV2kil8oMBRN1qdWIf8Vmf9sHRmCe3kvDsuhzIDIsViPNFYvuDXbLzk6tL_/s1600/kertabumi_pad.jpg"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuWH-riI3Vkz1ZkDYu1yYKyuRofF3Q3UQH7wOOSbx4Jkc1fG_2IZvSb5xyW_dETycI-HcjHMRVrr_RZs9ArOV2kil8oMBRN1qdWIf8Vmf9sHRmCe3kvDsuhzIDIsViPNFYvuDXbLzk6tL_/s320/kertabumi_pad.jpg" align="left" width="150" hspace="15"></a>Sejenak saya ambil gambar-gambar dengan kamera HP saya. Terlihat orang-orang ngayah (kerja bhakti) dengan tulus iklas. Memang mandala madya sampai keluar belumlah rampung penuh, namun sudah dapat dilihat hasil pembangunannya. Kemudian seperti biasa kami langsung menuju mandala Utamanya untuk bersembahyang. Ketika saya masuk, wah... saya disuguhi hasil pembangunan yang bagus sekali... Rumput tertata rapi, terus gapura untuk masuk begitu bagus, pokoknya bagus deh... Bersembahyang kami di sana. Selesai bersembahyang, kami dihampiri sama pemangku, terjadilah dialog. Ternyata terbangunnya Pura ini atas kesadaran umat di lingkungan Bongso ini. Masyarakat di sekitar pura ini, pada umumnya bermatapencarian sebagai petani. Dan masih kental dengan logat madura. Kesadaran masyarakat di sekitar pura ini kian terpicu oleh adanya penumpasan PKI. Pada saat itu partai-partai yang pro PKI ikut terlindas, walaupun mereka ya beragama Islam. Sehingga kelompok-kelompok ini kian merasa dilecehkan. Mereka dianggap kotor, hina, dan lain sebagainya. Diajaran Hindu diajarkan bahwa bukanlah kemenangan yang menjadi target, malainkan kedamaian & keseimbangan lah yang kita tuju. Dari situlah masyarakat Bongso beralih ke agama Hindu.</p><br /><p align="justify">Pembangunan pura atas usaha masyarakat sendiri. "Dulu kami kalau bersembahyang di gubuk kecil, yang sekarang dijadikan sekolah TK Saraswati", papar pemangku. Kemudian ada orang menjual lahan ini, dibelilah oleh umat untuk dijadikan pura yang dinamai Pura Kerta Bumi. Mungkin patut kita catat bahwa penjual lahan hanya memberikan waktu 3 hari untuk membeli lahan itu, jika tidak bisa maka diberi ke pihak lain. Bayangkan cuma 3 hari harus mengumpulkan dana yang besar. Padahal taraf ekonomi masyarakat sini adalah menengah kebawah. Mungkinkah terbeli umat? Namun kalau sudah Hyang Widhi berkehendak, itu seolah-olah seperti hal sepele. Jadi ada umat yang rela menjual kambingnya, ada umat yang rela menjual sapinya, ada umat yang rela menjual perhiasannya, demi terbelinya lahan untuk nantinya dibangun pura. Kalau mendengar itu, sungguh mereka berkorban demi Hyang Widhi...Malu rasanya diriku ini? </p><br /><p align="justify">Menurut pengakuan masyarakat Bongso bahwa ketika mereka mempelajari & menerapkan ajaran Veda, maka mereka merasa damai, mereka bisa menghargai alam dan bahkan orang-orang yang bersebarangan sekalipun. Memang di Hindu, Tak ada istilah kafir, Tak ada istilah sesuatu yang hina, Karena mereka yang bersebarangan dengan kita, maka kita anggap penyeimbang kita. Jadi tetap kita anggap sesuatu yang berguna untuk kita. Itulah uniknya ajaran Hindu, yang sulit kita temui di ajaran lainnya. Dan yakinlah mereka (yang menolak otoritas Veda pada dirinya) pasti akan kembali lagi ke ajaran Veda untuk bersatu kepadaNya. "Jadi kami disini tidak ada ambisi untuk menghindukan semua orang, kami ini tidak ada ambisi untuk menguasai atau memenangkan sesuatu. Kami hanya menjaga keseimbangan, kedamaian, berkerja sama untuk menjadikan sesuatu yang dikehendaki oleh Hyang Widhi", tegasnya pemangku. Well...kata-kata yang bijak sekali....</p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td width="5" valign="top">*)</td><br /> <td><p align="justify"> Karena saya tidak bisa memberikan alamatnya dengan jelas, maka saya akan memberikan memberikan point GPSnya. BT= 112,620870°, LS= 7,275891° - Ini adalah posisi tepat saya bersembahyang. Saya mengharap bagi yang membaca postingan ini atau umat Hindu yang diberi rejeki yang melimpah olehNya, maka sisihkan rejeki anda untuk pura ini. Jadi mari kita bantu!!</p><br /> </td><br /> </tr><br /></table><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-5299801310906232762009-11-17T07:25:00.000-08:002009-11-17T07:48:02.898-08:00Pura Jagad Dumadi – Laban – Gresik<p align="justify"> Sesungguhnya pada hari Minggu, 15 Nopember 2009, aku akan melewatinya dengan biasa-biasa saja. Tanpa terpikir mau jalan-jalan, rekreasi, atau bekunjung ke sanak saudara. Tetapi entah mengapa kok tiba-tiba terbesit di pikiranku untuk memanfaatkan mobil kantornya mas, dimana pada hari tersebut kebetulan ada dirumahku. Rupanya pikiranku tersebut rupanya mendapatkan dukungan dari bapak & ibuku. Disini, bila kucermati, sudah ada sesuatu yang aneh (tidak masuk akal), karena bapakku adalah orang yang malas banget untuk jalan-jalan atau keluar, bagi dia, rumah adalah istananya yg termegah…hehehe </p><span class="fullpost"><br /><p align="justify"> Tapi saat itu belum terpikir, kemana kita akan pergi. Sehingga kami pun juga bingung, lagipula yang jadi drivernya juga belum ada alias belum pulang dari kerja. Disini kemungkinan untuk batal atau gagal, sangatlah banyak. Jadi niat untuk jalan-jalan tidaklah menggebu-gebu. Jam 12.25, mas Dispan datang dari kerjanya, ini berarti driver nya sudah ready… Oleh karena itu bapakku menggugah niatku lagi…. Ya udah, “Namun kemana?”, tanyaku ke Bapak. Bapak bilang, “Bagaimana kalau ke Gresik? Ke Daerah Bongso”. Daerah ini memang sering kudengar pada saat aku datang di Pura Ponco Sono Giri, namun kami tidak tahu dimana ancer-ancernya. Akhirnya bapakku cari-cari informasi tentang lokasi daerah Bongso tersebut. Setelah tahu… lalu dengan menyebut AUM AWIGNAM ASTU NAMO SIDEM, berangkatlah kami menuju ke daerah yg diinformasikan itu. </p><br /><p align="justify"> Sesampai di daerah Menganti, ketimbang nantinya terlalu jauh tersesatnya maka mas ku tanya kepada seorang ibu. Didalam dialognya, mas ku bertanya “Bu, tau pura di daerah ini?”. Ibu itu langsung menjawab “Oh dekat… langsung saja masuk di gang itu”, sambil menunjukkan arah gang…. Bergeraklah kami kearah yang ditunjuk ibu itu… Dan ketemulah Pura yang bernama Jagad Dumadi. Pura yang tidaklah terlalu besar, dan dihimpit rumah-rumah penduduk, dimana seolah-olah pura itu ada untuk memberi kedamaian di sekitarnya. </p><br /><p align="justify"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwN1uYF9sO99fFWahV7HGOL98p0HLqMOi8ax5we0jVdjuhihCJ5Jty6czlLe9bOtzV96mtsHfOlLmhCAIuxmxYgZAwpwgDzxYfEshQ4T45DubJyqUSpZzG_v5bi0IHIKmFEal9gVFEYt1w/s320/jagaddumadi_pad.jpg" hspace="5" align="left">Masuklah kami ke pura itu… di mandala madya (jabe tengah)nya ada dua bale, bale kanan berisi alat-alat gamelan. Dan yang membuat terkejut, di bale kirinya ada ruang operasi radio. Jadi dibuat semacam tempat kerja penyiar atau stasiunnya. Menurut ibu yang bekerja saat itu, radio ini bernama radio “Sradha”. Berdirinya radio ini atas usaha umat-umat sendiri, akunya. Wah… detak kagumku pada kemauan umat-umat Hindu di wilayah tersebut. Kemudian aku, ibu, dan bapakku masuk ke mandala utama, disana aku melihat suasananya telah terbangun cukup bagus. Ditengah-tengahnya ada 2 pohon beringin yang kurasakan ada getar aura yang cukup terasa. Kami terus berjalan untuk mendekati padmasana dan duduk untuk bersembahyang atau mengaturkan syukurku kepada Hyang Widhi bahwa dengan kekuatanNya aku bisa menapakkan kakiku di pura ini. </p><br /><p align="justify">Seperti biasa, setelah kami bersembahyang, bapak berdialong sama penjaga puranya. Dari kata-katanya, terlihat untuk berdirinya pura ini ternyata melewati masa yang cukup panjang sekali. Dan tak terhitung lagi berapa banyak jerih payah umat-umat yang tercurah ke pura Jagad Dumadi ini. Pada awalnya pura ini masih berupa sanggar kecil yg tepatnya diapit oleh 2 pohon beringin sebelum menuju Padmasana. Terus setiap ada yang menjual tanah di sekitar sanggar tersebut, dibelilah oleh umat-umat Hindu di sekitar wilayah itu. Jadi urunanlah mereka dan tentu dapat donator-donatur dari berbagi sumber. Sehingga dapat dibayangkan betapa tulus iklasnya mereka. Mendengar kata-kata seperti itu, aku merasa kecil banget… jujur saja mungkin aku kalau berdana punia semacam begitu, harus berpikir banyak kali… hehehehe. Tapi kuharap lewat media ini, aku bisa membantu pura Jagad Dumadi… Tapi kesemua itu, kembali lagi pada Hyang Widhi… Dia telah menunjukkan kekuatanNya bahwa Dia memang ada dan ajaran-ajaranNya melalui Veda benar adanya. </p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td width="5" valign="top">*)</td><br /> <td><p align="justify"> Karena saya tidak bisa memberikan alamatnya dengan jelas, maka saya akan memberikan memberikan point GPSnya. BT= 112,618817°, LS= 7,299656° - Ini adalah posisi tepat saya bersembahyang. Saya mengharap bagi yang membaca postingan ini atau umat Hindu yang diberi rejeki yang melimpah olehNya, maka sisihkan rejeki anda untuk pura ini. Jadi mari kita bantu!!</p><br /> </td><br /> </tr><br /></table><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-814799113552808602009-11-16T05:42:00.000-08:002009-11-16T06:10:16.432-08:00Ibuku Pejuang Cinta Sejati<p align="justify">Hmmm…gak tau… mengapa hari ini aku ingin menulis tentang Ibuku. Apa karena ada sesuatu yang lain pada wanita ini? Ah gak taulah… Ibuku bernama Kusuma Dewi, dia berasal dari keluarga Muslim fanatik… ya pokoknya Tiada Tuhan selain Allah… hahahaha… emang Tuhan gak boleh nama samaran??? Terkadang aku ingin ketawa bila ada orang tidak bijak dalam mengartikan ayat suci tersebut. Kembali ke ibuku, karena ia dilahirkan dari keluarga Muslim, maka secara otomatis ia pun diklaim sebagai umat Muslim. Tapi entah mengapa ia dipertemukan oleh Sang Kuasa dengan kekasih hatinya yang beragama Hindu.</p> <span class="fullpost"><br /><p align="justify">Bapakku seorang Nahkoda kapal penyebrangan… dan aku tak habis pikir…bagaimana bisa meluluh lantakkan hati ibuku hanya dalam 3 hari? Hahahaha… padahal aku saja butuh 6 bulan untuk menggaet hati cewek… Ya … kebesaran Sang Hyang Widhi… apabila itu adalah kehendakNya maka akan terjadi. Padahal bapakku mengaku bahwa saat itu dia telah dijodohkan sama keluarganya. Tapi sekali lagi, bila Sang Hyang Widhi bilang “Tidak” maka ya tidak akan terjadi meskipun rencana itu sangat matang dipersiapkan. </p><br /><p align="justify">Seiring waktu cinta kasih mereka semakin kokoh dan secara gentlemen bapakku meminta kepada orang tua ibuku, agar mereka diijinkan untuk menikah… Dan hasilnya sudah dapat ditebak yaitu “Ditolak”. Ya… karena cinta kasih mereka sangatlah kuat, akhirnya mereka membuat sebuah keputusan untuk kawin lari. Terus tentang Agamanya??? Pernah ibuku mengatakan bahwa ketika wanita telah memilih seorang pria, maka dialah yang menjadi pimpinan wanita tersebut. Prinsip itu telah ibuku terapkan. Well… prinsip yang bagus, tapi sangatlah bertentangan sama dorgma-dorgma yang ia terima semenjak dari bayi. Bisa kubayangkan betapa banyak cercaan yang ibuku terima dari keluarganya, dibilang murtad lah, tidak tau balas budi… ah macam-macamlah.</p><br /><p align="justify">Terlebih-lebih ketika ibuku melahirkan aku dalam keadaan cacat…Wah… makin gencar cercaannya, dibilang “kok mau sama kafir ya ini akibatnya”, dan masih banyak hinaan yang menusuk telinga ibuku. Aku sangat takjub sama ketangguhan ibuku… Aku yakin bahwa tidak banyak wanita yang seperti ibuku… karena mantan istriku saja kalah dalam menahan kilian di telinganya dari ibunya… dan meninggalkan cinta yang telah kami bangun selama 5 tahun… Hmmm Ibuku pantas kuacungi jempol.</p><br /><p align="justify">Sempat kutanyakan, mengapa ibu kuat? Ibuku bilang “Cinta adalah salah satu kekuasaan Tuhan, Sehingga tidak ada kata salah bila kita menyakininya”. Dan dia bilang juga bahwa aku cacat bukan semata akibat dari karmanya dia, melainkan sebagian besar karena dari karmaku sendiri. Hadirnya aku adalah sebuah kesempatan baginya untuk menciptakan karmapala yang baik untuknya. Sehingga dia harus berjuang demi aku… dan setelah kutelaah dengan logika ku maka dia telah berhasil, dia telah mempermudah aku dalam menjalani karmaku yang bila aku tanpa ibuku, jelas aku tak akan bisa menghabiskan karmapalaku dan jelas aku tak akan bisa menciptakan karmapala yg baik yang kelak aku nikmati di suatu hari.</p><br /><p align="center"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhVX8c1Jh8zPK3KBf-U-jpjd977etPRcTjLlI1VkQLDXrsSBbvI5OH5pwtS_CsE-vnh_bD5EehcsN4_HbkaO5B-TJLcCD0VarZwfURxSgLK4A79kU2RLhQtYPyHDvAA0YcKVxxnTEG1mQzP/s320/akunmam.jpg" width="400" /><br />(aku dan Ibuku)</p><br /><p align="justify">Bukan aku takabur…setelah kubandingkan sama saudara-saudara ibuku, kulihat ibuku bisa disebut berhasil dalam membina keluarganya. Bahkan ada saudara ibuku yang berantakan keluarganya, padahal mereka seagama dan pernikahannya direstui oleh orang tuanya. Bukan itu saja, ibuku juga berhasil dalam menciptakan adi yang CP menjadi orang yang cukup untuk diperhitungkan. Nyatanya dalam umur 23, aku mampu mengajak bapakku ke India , aku bisa bekerja, aku bisa berkarya, aku bisa hidup seperti manusia umumnya. Itu semua karena ketangguhan cinta dari Ibu… I love U, Mom…Cepat sembuh karena aku butuh kamu.</p><br /></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-40966498617865597122009-11-12T05:53:00.000-08:002009-11-12T17:42:02.056-08:00Pura Tirta Empul (Surabaya)<p align="justify"> Memang nama pura ini baru terdengar di telinga saya, entah itu saya kurang mengikuti perkembangan, atau bagaimana... pokoknya nama tersebut cukup asing bagi saya. Ya... mungkin sudah menjadi kemauanNya... sehingga nama pura ini kok sampai di telingaku dan ingin mengunjunginya. Sesungguhnya awal tahunya nama pura ini bermula dari info mbak saya. Kan baru-baru saja ini, mbak saya bertempat tinggal di daerah Lidah Kulon Surabaya. Nah... ketika ia jalan-jalan di sekitar perumahan Babatan Mukti , ia sepintas lalu melihat papan kecil yang semacam penunjuk arah menuju pura.</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify"> Singkat cerita, pada hari Sabtu, 31 Oktober 2009, Aku dan Bapakku ingin mencari dan akan bersembahyang di Pura tersebut. Jam 9.25 Wib, berangkatlah kami dengan sepeda motor menuju Babatan Mukti. Sesampainya di daerah tersebut, kami bingung --- Kok gak ada papan penunjuknya, rasanya hampir putus asa. Tapi menurut saya, kalau kembali pulang kok eman/rugi dan masak sih orang-orang pada gak tau. Akhirnya saya bilang aja sama bapak, "Masuk aja ke gang itu... nanti baru tanya-ke orang-orang...". Masuklah kami di gang tersebut (kami tidak tahu gang berapa itu, yang pasti berhadapan sama pintu utama perumahan Babatan Mukti)... Kok kebetulan ada pak polisi... dari keteranganya kami lanjutkan perjalanan kami. Tengah-tengah kami tanya lagi pada orang... Ditunjukanlah gang yang naik dan lebih sempit. Tanpa buang-buang waktu lagi... kami teruskan perjalanan kami, dan Astungkara...sampailah di pura itu. </p><br /><p align="justify"> Sampai di depan pagar pura ternyata masih gembokan, dan tak ada 1 orang pun. Dalam hati kami, "Lewat mana masuknya ini?". Hal ini membuat saya agak panik, sebab entah kenapa tiba-tiba terasa hendak kebelakang. "Wah... Bagaimana ini? Toh kalau kebuka pintu ini, aku ya belum tau bentuk WC nya. Akses gak bagi aku?", batinku makin gelisah. Kegelisahan ku ini dikarenakan kebanyakan pura, WC nya sangat sederhana, sedangkan saya itu berkebutuhan khusus alias cacat. Tetapi tak lama kemudian ada seorang ibu yang bersih-bersih halaman pura ini. Langsung kami minta tolong kepada ibu itu untuk segera membuka pintu pagar pura. Aku sudah gak bisa tenang lagi, dan gak kuat lagi rasanya. Tapi ketika saya ditunjukkan WC nya... Astungkara... ternyata di luar dugaanku. WC nya begitu bagus (bisa kukatakan mewah), sangat akses bagi penderita cacat seperti saya. Ya... itu kebesaran Hyang Widhi... Saya tidak habis berpikir mengapa saya tiba-tiba terasa mau kebelakang...lalu saya gelisah karena di otak saya akan sulit kebelakang... Tapi apa yang kualami sungguh diluar dugaan. Dari itu, saya dapat mengambil pelajarannya... Bahwa janganlah kau takut bila kamu yakin bahwa langkahmu menuju keDia. </p><br /><p align="justify"><img width="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhKUu-isNu98sy7jvxqkzrmJJdfm4mzSABOSCEclTphd9qrPJxXp-Y9pC0QyejNtVVsKUsXHO9ESWh3TWnzfKlxcjXh-s_V8s4ZiUJW9emcmItuklBCJ0bMSuAsWVmfyFB-yyYLCwsMwJoG/s320/tirtaempul_pad.jpg" hspace="15" align="left"> Sudah selesai saya buang hajat, sejenak aku beristirahat di bale bengongnya. Saya lihat pura ini, agak beda sedikit dari pura-pura yang pernah saya kunjungi. Dimana saya lihat designnya yang begitu simple, dan tidak terlalu banyak anak tangga. Sehingga ini memudahkan bagi orang-orang yang seperti saya. Lima menitan saya duduk sambil merasakan hembusan angin yang sepoi-sepoi, dimana itu membuat saya segar kembali. Kemudian saya berjalan menuju Mandala Utamanya untuk bersembahyang dan berterima kasih kepada Hyang Widhi yang telah membawaku di sini. Mungkin bagi anda, pengalaman saya diatas sangat sepele dan tidak berarti apa-apa. Tapi bagiku, itu pelajaran bagi saya yang sangat berarti. Bayangkan saja baru pertama kali saya ke pura itu, Dia telah mau memberi pelajaran kepada saya. Ini kurasa bukanlah hal main-mainan... coba kalau itu hal biasa, mungkin saya sampai sekarang ya belum bisa mengambil hikmahnya... </p><br /><p align="justify">Setelah saya bersembahyang, saya kembali ke bale bengong. Disitu saya berbincang-bincang sama Bapak yang menjaga pura itu. Bapak itu mengatakan bahwa pura ini bernama Pura Tirta Empul. Dahulu sebelum terjadinya Gerakan 30 September, di sekitar daerah ini banyak umat beragama Hindu. Dan dulu memang di pura ini sudah dijadikan sanggar seperti sekolah agama. Dan ketika Gerakan 30 September meletus, ini dijadikan ajang pebumihangusan agama Hindu dengan dalil bahwa orang Hindu adalah PKI. Bapak penjaga pura itu saja mengakui sendiri bahwa dia dipaksa untuk Ngaji Al-Quran, kalau dia tidak mau maka dia dihajar. Tapi mungkin Dia masih ingin disembah dan diyakini menurut ajaran Hindu. Sehingga dengan kekuatan Hyang Widhi dan upaya-upaya dari Parisada Hindu Dharma, akhirnya mampu mengembalikan puing-puing ajaran Hindu yang telah dihancurkan. Serta tidak canggung-canggung pula, Meskipun adanya penekanan-penekanan dari luar, akhirnya Parisada Hindu Dharma juga berhasil membangun Pura Tirta Empul ini sebagai wujud bahwa ajaran Veda telah bangkit lagi. Seiring waktu berjalan, pura ini kembali ke fungsinya semula, dimana saya melihat disamping Mandala Utama terdapat bangku-bangku sekolah. Dan tepat dugaan saya, bahwa itu dijadikan sekolah agama Hindu. Dalam batinku berkata "Memang kita tidak bisa memungkiri kebenaran VEDA... sebab bagaimanapun upaya umat manusia menghapus Veda, Veda akan tetap timbul dan menujukkan kebenaranNya".</p><br /><table width="100%" ><br /> <tr><br /> <td width="5" valign="top">*)</td><br /> <td><p align="justify">Karena saya tidak bisa memberikan alamat Pura Tirta Empul dengan jelas, maka saya akan memberikan memberikan point GPSnya. BT= 112,677329°, LS =7,307325° - Ini adalah posisi tepat saya bersembahyang. Saya mengharap bagi umat Hindu yang diberi rejeki yang melimpah olehNya, maka sisihkan rejeki anda untuk pura ini. Apalagi melihat fungsinya, pura ini adalah pura pendidikan. Dimana pendidikan adalah awal pembentukan jiwa-jiwa suputra bagi bangsa Indonesia . Jadi mari kita bantu!! </p><br /></td><br /> </tr><br /></table></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-15903566627139267032009-11-02T21:27:00.004-08:002012-04-23T22:46:18.605-07:00Software Kalender …<p align="justify">Anda bingung untuk meencari weton, wuku, dan lain sebagainya…??? Memang tidak bisa dipungkiri dalam filsafat umat Hindu, terpadat tiga faktor yang harus diperhitungkan sebelum melakukan sesuatu hal. Faktor pertama adalah <strong>desa</strong>, yang berarti tempat. Faktor kedua adalah <strong>kala</strong>, yang berarti waktu. Dan faktor yang terakhir adalah <strong>patra</strong>, yang berarti keadaan ataupun situasi dan kondisi. Oleh karena itu timbul usaha penulis, untuk membuat sebuah software kalender, demi mempermudah umat dalam menentukan hari atau waktu.</p><span class="fullpost"><div align="justify">Dalam package software ini, terdapat 2 program executable yaitu ptgl.exe dan pkalender.exe. Pada ptgl.exe terdapat 3 fungsi atau kegunaan. Kegunaan yang pertama adalah user bisa mencari/menentukan tanggal dengan syarat-syarat tertentu, dalam tempo cepat dan tepat. Misal: Ingin tahu tanggal apa saja yang berhari rabu wage pada tahun 2010. Kegunaan yang kedua adalah user bisa mengetahui jenis hari pada suatu tanggal. Misal: Ingin tahu tanggal 6 Juni 2007 itu hari apa?. Dan fungsi/kegunaan yang kedua adalah user bisa memberi catatan kecil pada tanggal-tanggal yang telah ditemukan. Berikut ini adalah macam-macam jenis hari yang dapat dicari :<table width="100%"> <tbody><tr> <td> <ul><br /><li>Pasaran & Neptu<br /> </li><li>Wuku / Dewa<br /> </li><li>Watek Alit<br /> </li><li>Watek Madya<br /> </li><li>Jejepan<br /> </li><li>Ingkel<br /> </li><li>Perkiraan Shio<br /> </li><li>Dwiwara<br /> </li><li>Triwara<br /> </li><li>Caturwara</li><li>Sadwara</li> <li>Astawara </li></ul></td><td><ul><li>Sangawara</li> <li>Dasawara</li> <li>Ekawara</li> <li>Lintang</li> <li>Pasaran & Wuku</li> <li>Zodiak</li> <li>Peredaran Bulan </li> <li>PancaSuda </li> <li>Pangarasan </li> <li>Rakam<br /> </li><li>Garis Hidup</li><br /></ul></td> </tr></tbody></table>Sedangkan pada pkalender.exe, sudah berbentuk persis kalender. Sehingga user lebih enak dalam melihatnya. Karena ptgl.exe dan pkalender.exe mempunyai satu lokasi dan system database yang sama. Maka catatan yang dibuat oleh ptgl.exe, akan dimunculkan pada pkalender.exe. Ini akan membuat user akan lebih cepat mengetaui apa saja yang terjadi dalam 1 bulan.<br /><br />Akhir Kata, semoga software ini dapat memberi manfaat bagi sipengguna. Sehingga sipengguna akan lebih mampu merencanakan suatu kegiatan dengan lebih mantap dan dan siap. Dan tak lupa bila anda menemukan bug/error, atau memberi saran & kritik, maka jangan malu-malu untuk Email saya : <a href="mailto:adi_wira_kusuma@yahoo.com.sg">adi_wira_kusuma@yahoo.com.sg</a> dengan subject emailnya diberi “Resp Soft Kalender”. Atau bisa lewat isian komentar dibawah ini.<br /><br /><table width="100%"> <tbody><tr valign="top"> <td width="15">*)</td> <td>Software ini berjalan pada OS Windows 95 keatas, sehingga bagi user yang menggunakan OS non-windows, maka anda harus mengunakan emulator Windows. Misal: OS Linux, maka gunakan wine agar software ini berjalan.</td></tr></tbody></table><br />Untuk Download package software kalender, klik <a href="https://docs.google.com/open?id=0B6f1Lvgwo-FtZE00TkRvY3FYQms" target="_blank">disini</a>. Untuk anda yang sudah atau hendak men-download ini, kiranya sudi untuk memberi donate ke saya dengan cara mengklik link-link di Ruang Iklan :D</div></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-18855766564360646742009-11-01T07:38:00.000-08:002009-11-01T07:45:15.495-08:00Tertindas atau kurang mawas diri???<p align="justify">Saya melihat para teroris di Indonesia, dimana mereka selalu bahwa mereka berbuat begini untuk menunjukkan rasa simpatinya kepada saudara-saudaranya yang tertindas. Mereka memberi contoh pada kasus Ambon… Tapi didalam benakku, ada pertanyaan, apa harus dengan begitu? Apa tidak cara lain? Apa mereka kurang bisa mawas diri? </p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Menurut saya, dimana pihak mayoritas akan selalu akan menghandle kaum minoritas, dan pihak minoritas mau gak mau mengikuti pola main dari pihak mayoritas. Dan itu lumrah adanya. Sekarang saya akan membuka beberapa kasus yang mungkin dapat dijadikan sebuah gambaran tentang nasib dari kaum minoritas.</p><br /><div align="justify"><br /> <ol><br /> <li>Di Gresik, ada puluhan KK yang dipersulit dalam membuat KTP, lantaran mereka beragama Hindu.</li><br /> <li>Di kecamatan Sawahan Surabaya, karena sedikitnya siswa yang beragama Hindu maka akhirnya diusulkan bagaimana kalau diadakan sekolah minggu di sebuah sekolah SDN. Tapi ya gitu deh… terkesan seperti dipersulit… seolah-olah itu mata pelajaran extra kulikuler (tambahan). Padahal pelajaran agama adalah pelajaran wajib, sehingga harusnya sekolah-sekolah yang ada siswanya yang beragama Hindu, juga ikut memikirkan bagaimana siswa-siswa tersebut mendapatkan pelajaran Agama Hindu, bukannya berlagak EGP.</li><br /> <li>Kalau mereka mengumandangkan Adzan, mereka entah sengaja atau tidak memasang speaker keluar dan membesarkan volumenya. Padahal di lingkungan tersebut ada umat non-muslim. Sedangkan kami ketika hendak membuat arak-arakan ogoh-ogoh harus beginilah, harus begitulah.</li><br /> <li>Dan masih banyak kasus lagi.</li><br /> </ol><br /></div><br /><p align="justify">Dari situ, kita dapat ambil gambaran bahwa memang begitulah kaum mayoritas terhadap kaum minoritas. Tapi apakah kaum minoritas harus pasrah? Tentu tidak, kita harus menjalankan lakon itu, kita harus tetap harus menunjukkan keberadaan kita, tapi kesemuanya itu harus dengan cara elegan.</p><br /><p align="justify">Kita harus objektif melihat suatu permasalahan, jangan kita berlaku subyektif. Kita harus akui keberadaan mayoritas tersebut, Kita harus belajar bagaimana mereka menjadi mayoritas dimana seolah-olah mereka yang menjadi pemenangnya. Namun kita harus ingat bahwa tidak selalu yang banyak itu benar, bahkan di Veda, menggambarkan bahwa pihak kebenaran selalu berada di pihak minoritas. Misal: Kurawa Vs Pendawa, banyakan mana jumlahnya? Jadi jangan pesimis jadi minoritas, dan bagi anda yang berada di kaum mayoritas, janganlah terlalu berbangga diri dan bila perlu rangkullah kaum minoritas sehingga kalian menjadi utuh.</p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-5501839989279741152009-11-01T06:43:00.000-08:002009-11-02T21:37:45.845-08:00Bisnis Pulsa …<p align="justify">Mungkin pulsa sudah merupakan kebutuhan pokok. Sehingga memberi peluang untuk kita untuk berjualan pulsa. Pada event ini, saya mencoba memberikan sebuah wancana baru dalam membeli pulsa untuk kebutuhan pribadi serta juga memungkinkan anda untuk berjualan.</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Pink Surabaya adalah jawabannya. Sebenarnya banyak sekali usaha-usaha seperti ini. Tapi saya merekomendasikan ini untuk anda karena terdapat beberapa keunggulannya. Keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh Pink Surabaya, adalah sebagai berikut:</p><br /><div align="justify"><br /> <ol><br /> <li>Harga Bersaing</li><br /> <li>Hanya butuh modal min Rp.100.001,-</li><br /> <li>Cepat</li><br /> <li>Jujur & Mudah dalam Komplain</li><br /> <li>Telah beroperasi sejak 2006.</li><br /> <li>Dalam mengorder pembelian bisa lewat SMS, Yahoo Messager (YM). Untuk pengorderan pulsa lewat SMS disediakan beberapa operator. Sehingga anda dapat memilihnya yang cocok buat anda.</li><br /> <li>Dalam 1 Account dapat di paraler ke 3 nomor HP. </li><br /> <li>Tidak cocok untuk dibuat seperti MLM. Sebab tidak ada bonus referral, Cuma kita bisa main mark up. Sehingga klo mark up kita tinggikan, maka downline kita yang kasihan.</li><br /> </ol><br /></div><br /><p align="justify">Bagi anda yang berminat anda bisa mendaftarkan ke saya. Tapi saya sarankan agar anda mendownload pricelist di <a target="_blank" href="http://www.4shared.com/file/145389752/48366007/QEXPHARGA.html">sini</a>. Pricelist ini dibuat pada Tanggal 19 September 2009. Lalu bila anda merasa untung, daftarkan anda! Terus saya akan membalasnya, dan memberi petunjuk-petunjuk lebih lanjut melalui email</p><br /><p align="justify">Email saya : <a href="mailto:adi_wira_kusuma@yahoo.com.sg">adi_wira_kusuma@yahoo.com.sg</a><br><br />Harap subject emailnya diberi “Mau Join Jualan Pulsa”.</p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-13906517537784089372009-10-31T23:00:00.000-07:002009-10-31T23:24:34.250-07:00Who Am I , …<p align="justify">Seperti yang saya ceritakan, saya bernama Adi. Rupanya lakon sebagai orang cacat memang sudah menjadi tugasku. Namun selama aku dari balita hingga aku menikah, aku sama sekali tidak memahami Hindu. Bahkan tidak mempercayainya. Ya cuma itu agama orang tua, jadi ya ikut-ikut doang... Memang selama aku sekolah, aku dikatakan anak terpandai....Ya mungkin terpandai dari anak idiot kali...Hahaha...<br />Hingga suatu saat saya bertemu seorang wanita, yang saat itu dia sangat mencintaiku. Sungguh tak bisa kuungkapkan disini tentang semua kenangan bersama dia. Dia begitu kokoh untuk mendampingi saya, begitu indah kumiliki, begitu segalanya. Rasanya kebahagianku itu terus mengalir hingga suatu saat diberikanlah keturunan bagiku.</p><br /><span class="fullpost"><br /><p align="justify"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgra_ZFuh7uA7ujiZaGjT1ttgU7PKQjzHb_U3G_qCateS8BojmbX0ilp1tuJf4hDabn6fVYfBCwjxWyL5kustFtaeiuGjjdZt6lq6kgMxvOJHGpQ1zCfPEgf_lxFlT9HZjE95jYXPNUH_of/s320/nikah.jpg"> (Aku Bersama dik Yayuk)</p><br /><p align="justify">Ya...Hyang widhi mungkin terus mengalirkan karma ku yang baik-baik saja, sehingga aku terbuai akan buah karmaku sendiri. Ketika Aku mulai sadar dan ingin membersihkan, Justru disitulah karma kotor & lakonku diminta untuk mulai dijalankan. Bagaimana menjadi suami yang tegas, Bagaimana rasanya dihina, Bagaimana rasanya menjadi suami yang tidak dihargai/dilecehkan, Bagaimana rasanya dipisahkan sama buah hati, dan lain sebagainya. Memang begitulah, aku terpisah oleh anakku pada umur 3 bulan. Buah hati yang diyakini sebagai penerus purusaku, pergi, hilang, dan susah kugapai...</p><br /><p align="justify"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvUDS14VSDipHL-2ws3zrOnR6c14PQfVBUSu10tA1MmwjXuQNJY7DlXS87Sei1sFmPVlHk8iPTNZK_twqzoXkyVYlTAU9NdrNgFPDHjAbToe49ztue8MqjGl7502WPkxgmsSKBJaJEJBpR/s320/adit.jpg"> (Aditya Bhakti Vedanta, Anakku)</p><br /><p align="justify">Hmmm jika... aku mengingatnya maka rasa sakitku kembali tergores. Entah mengapa hal ini terjadi...yang mana secara logis sebenarnya tak mungkin terjadi. Namun bagaimana lagi kalo Sang Hyang Widhi menghendakinya... Dari situlah aku lebih giat membuka filsafat-filsafat Hindu, dan tanpa kuduga-duga semua akan pertanyaanku terjawab dengan baik. Bahkan ada cerita... yang mirip dengan kisahku. Dan diakhir cerita itu dikisahkan bahwa semua akan berkumpul lagi dengan damai dan kebenaran akan terbit lagi... Ya semoga lah... semua alur di cerita itu akan menjadi keseluruhan alur dari kisahku pula. Sehingga, aku bisa berkumpul bersama istriku, Yayuk, dan Anakku, Adit. Dan kuharap mereka segera dapat melihat kebenaran. Karena aku yakin sebenarnya istriku, Yayuk, masih sangat mencintaiku...Akan tetapi mungkin oleh kebodohannya, ia tak mampu dapat melihat kebenaran dengan baik. Hal ini sama seperti aku dulu yang sangat bodoh dalam menyikapi karmaku sendiri.</p><br /><p align="justify">Sambil menunggu alur kisahku...akhirnya aku memutuskan untuk membuat web ini. Dengan web ini aku bisa share, mengutarakan opini saya, dan yang terpenting adalah dengan logika kita mencari kebenaran.</p><br /><p align="justify"> </p><br /><p align="justify"><em><strong>A</strong></em><strong><em>UM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-20788070565849975692009-10-24T02:53:00.000-07:002009-10-31T21:17:55.608-07:00Karmapala dan Inkarnasi<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, …. </em></strong></p><br /><p align="justify">Konsep ini sangatlah ditentang oleh agama-agama yang mengklaim ajaran dari langit. Secara pandangan sempit memang konsep ini sangatlah tidak masuk akal atau sulit dinalar. Bahkan masih teringat dengan jelas bahwa konsep ini menjadi bahan cemoohan dan menjadi bahan untuk menjatuhkan mental umat yang menyakini konsep ini. Seperti saya katakan, bahwa inkarnasi sulit dinalar sebab apa mungkin kita mati terus hidup lagi.</p><br /><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Tapi ketika saya mempelajari kimia, tenyata konsep inkarnasi identik dengan hukum “Kekekalan Masa”. Dimana sebuah masa itu bersifat kekal. Sekarang dianalogikan bahwa Tuhan bersama seluruh ciptaanNya adalah X. dan X merupakan nilai suatu masa. Bila dialam semesta ini muncul sebuah object baru, apakah nilai X tersebut akan berubah? Kalau kita menganut hukum “Kekekalan Masa”, maka nilai X tidak mengalami perubahan. Lalu bagaimana dengan object baru tersebut? Kalau secara kimia, dikatakan bahwa ada sebuah unsur di X itu yang berubah wujud. Dari sana, terlihat jelas bahwa konsep tersebut indetik konsep Inkarnasi, dimana ada suatu zat yang dapat berubah wujud. Tentu itu atas kemauanNya.</p><br /><p align="justify">Dari diatas membuktikan bahwa konsep Inkarnasi dapat dibuktikan secara ilmiah. Selanjutnya saya akan mengajukan sebuah opini yang dapat menguatkan bahwa inkarnasi patut kita yakini. Saya sering melihat bahwa bayi lahir dalam keadaan cacat. Ya seperti saya contohnya… saya lahir dalam kondisi cacat…bukankah semestinya bayi lahir dalam keadaan suci? Kok tega2-teganya Tuhan memberi cobaan? Padahal baru hidup! Tapi di ajaran Hindu, Tuhan itu menciptakan kita untuk melakukan lakonNya sambil menebus semua karma pala yang kita bawa. Sehingga kita bisa inkarnasi oleh karena itu. Jadi bisa dikatakan bahwa Tuhan itu tidak pernah melakukan exprimen terhadap bagianNya. Melainkan ada alasan kuat mengapa hal yang tidak mengenakan terjadi pada kita, dan sebaliknya… bila kita mengalami hal yg menyenangkan.</p><br /><p align="justify">Lalu kalau begitu, apakah bila kita sakit maka pasrah saja, atau bila kita bahagia, maka kita nikmati saja sendiri? Kalau konsep itu kita telan mentah-mentah begitu saja, maka jawabannya akan membenarkan sikap itu. Toh …semua yang terjadi itu dikarenakan oleh karma kita sendiri kok. Ya…benar…tapi perlu diingat bahwa setiap kita menerima karmapala akan menimbulkan karmapala baru lagi. Nah…kalau begitu, apakah kita pantas bila kita sakit maka kita pasrah saja? Apakah kita pantas bila kita bahagia maka kita nikmati sendiri? Kalau kita mau menerima karmapala yang buruk lagi, ya terserah anda... Tapi kalau kita menerima karmapala tersebut untuk membuahkan karmapala yang baik, maka lakukan/kerjakanlah sesuai Dharma. Mudahkan kan?</p><br /><p align="justify">Dari ulasan diatas, maka antara karmapala dan inkarnasi sangatlah terkait. Mungkin semua ajaran agama didunia ini mempercayai konsep karmapala/sebab akibat ini. Kalau tidak, maka munafik banget. Karena seperti di Kristen dan Islam, bila umatnya melakukan kesalahan maka masuk neraka, begitu sebaliknya. Bukankah itu dalil konsep karmapala/sebab akibat? Lalu secara logika saya, mengapa pada ajaran Kristen dan Islam tidak percaya dengan Inkarnasi? Mungkin adanya penyenderhaan konsep. Sebab pada ajaran Kristen dan Islam, percaya dengan adanya kehidupan setelah kematian. Namun bagaimana rupanya? Tidak terlalu dibahas, sehingga seolah2 cuman ada dua kemungkinan saja. Kalau tidak bahagia/surga maka menderita/neraka.</p><br /><p align="justify">Ya… seperti biasanya, disini membahas suatu topik, saya selalu menggunakan pendekatan logika. Tentang penilaian kebenarannya, ya saya kembalikan ke anda. Namun bila anda mempercayainya, ya bersiap-siaplah untuk menjadi Hindu sejati. Karena 2 srada telah anda yakini sekaligus, yaitu: karma pala dan inkarnasi/samsara.<br /><p align="justify"> </p><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-715575191646978842009-10-24T02:50:00.000-07:002009-10-31T22:51:24.906-07:00Surga dan Neraka<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, …. </em></strong></p><br /><p align="justify">Kali ini…saya mencoba membahas suatu hal yang sering digunakan untuk iming-iming atau acaman agar orang itu berbuat baik. Bagaimana tentang surga itu atau neraka itu? Mari kita telaah secara logis. Diajaran Hindu menerangkan, sebagai berikut:</p><span class="fullpost"><br /><div align="justify"><br /> <ol><br /> <li>Sesuai Panca Srada yang ke-5 bahwa tujuan kita bukanlah ke surga melainkan untuk manunggal kepada Hyang Widhi alias Moksa.</li><br /> <li>Kalau kita mendengar cerita-cerita tentang neraka maka terbayang bahwa roh kita akan disiksa, dibakar, di segala macamkan sehingga ampun-ampun deh… padahal kita tau bahwa atman/roh sangatlah sakti. Tidak terbakar, Tidak terbasahkan, dan lain-lain. Terus bagaimana menghukumnya?</li><br /> <li>Kita hanya percaya dengan karmapala & purnabawa, yang mana dengan lewat situ kita dapat merasakan akibat dari perbuatan kita.</li><br /> </ol><br /></div><br /><p align="justify">Dari situ terlihat bahwa di Hindu tidak ada Surga/Nereka yang digambarkan oleh Kristen dan Muslim. Namun Surga/Nereka adalah sebuah statement untuk melukiskan keadaan yang kita terima. Ada pertanyaan yang sering menganjal pada konsep Surga/Nereka yang digambarkan oleh Kristen dan Muslim, Apabila kita mati maka kita akan dihadapkan kedua pilihan aja, yaitu surga atau neraka. Sekarang seandainya saya dijatuhi masuk neraka. Maka apakah saya akan disiksa terus? Klo ya…berarti kejam dong masak gak ada limit waktunya. Nah… seandainya klo ada limit waktunya, terus kemana kita setelah masa hukuman kita habis?</p><br /><p align="justify">Klo di Hindu hal diatas tersebut dapat digambarkan dengan jelas banget. Bila kita mati, terus masih dianggap salah maka disuruh turun lagi, pada kesempatan itu kita menjalankan lakon yg berbeda dengan lakon sebelumnya, sambil menghabiskan karma kita. Bila pada akhir kesempatan itu, kita masih dianggap salah lagi maka disuruh turun lagi. Hal itu terus berulang hingga kita dianggap benar & bersih, barulah kita bisa bersatu dengan Hyang Widhi atau Moksa.</p><br /><p align="justify">Lain halnya dengan surga, Moksa bukanlah tempat kebahagian, kenikmatan, pesta yang digambarkan seperti surga. Namun Moksa adalah ketenangan abadi, keseimbangan sejati, kekekalan yang abadi. Jadi..klo secara hitung-hitungan, ya kita bekerja …ya tidak ada imbalan apa-apa alias tanpa pamrih. Lain hal nya dengan ajaran yang menggambarkan bahwa surga adalah tempat kebahagian, kenikmatan, atau pesta-pesta. Sehingga dapat dianalisa bahwa kita berkerja untuk Tuhan agar dapat Imbalan.</p><br /><div align="justify">Akhir kata, biarlah akal kita bergerak bebas dalam mencari Dia. Karena dengan manah lah kita bisa bertemu Dia. Ingat seperti ceritanya pendawa yang mendaki gunung Himalaya, mengapa bukan Bima, Arjuna, Nakula, atau Sedewa yang berhasil kepuncak? Kok malah Yudistira, yang terkenal lemah tapi punya akal/manah yang baik. Disitulah kita dapat ambil hikmahnya. Bahwa untuk bertemu Dia, bukan perlu memakai tenaga yang kuat, melainkan hanya butuh pemikran yang kuat & Baik </div><br /><p align="justify"> </p><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-37114505890850983842009-10-24T02:39:00.001-07:002012-02-27T02:31:51.404-08:00Memeluk Tuhan<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, …. </em></strong></p><p align="justify">Mungkin kisah ini bisa dijadikan sebuah renungan bahwa logiskah kita ingin melihat atau meleluk Beliau/Tuhan dengan secara makna sesungguhnya? Begini ceritanya: Ada seekor semut kecil yang bercita-cita untuk memeluk sebuah Truck. Suatu hari dia berteriak, “Hey…teman aku bisa memeluk Truck”. Langsung semut-semut lainnya pada datang, dan bertanya “Bagimana caranya?...”. Semut kecil berkata dan sambil memperagakan bagaimana ia memeluk truck tersebut… Ada beberapa sekolompok semut yang terpingkal-pingkal dan berkata “Hey…bodoh…itu yang kau sebut memeluk Truck? Hahahahaha… Yang kamu peluk/sentuh itu hanyalah pentil bannya saja…”.</p><span class="fullpost"><p align="justify">Hmmm …bila kita membaca cerita itu, maka apa yang muncul di pikiran kita? Salahkah semut kecil itu bahwa dia telah memeluk/menyentuh truck? Atau terlalu sempitkah pandangan sekelompok semut yang menertawakan semut kecil itu? Hal itu kalau saya hubungkan, sama saja seperti kita yang sangat kepingin melihat, menyentuh, dan memelukNya. Dan ketika kita ingin mewujudkan itu maka oleh kelompok lain, kita akan disebut dengan berhala. Dimana kita disebut telah menduakanNya.<br /><br />Tapi benarkah itu? Di Veda sudah menegaskan Tuhan adalah satu, dan semua yg ada dialam semesta ini adalah bagian dari Dia. Sehingga dikatakanlah dengan Tat Twan Asih, kau adalah Aku jualah. Selanjutnya, di Veda juga memperbolehkan kita mengexpresikan Beliau dlm suatu bentuk tertentu, dimana bentuk dan bahan untuk membuat bentuk tersebut telah diatur atau ada aturannya. Hal ini cukup logis, karena bagaimana kita akan mengenal Beliau tanpa ada gambaran jelas tentang Beliau itu sendiri. Saya rasa semua ritual yg bersifat penyatuan dengan Tuhan, maka harus ada point yang harus kita tuju atau harus ada titik pengkonsentrasian. Kalau tanpa itu, mustahil rasanya akan bertemu/bersatu dengan Tuhan.<br /><br />Dalam sesi ini saya ingin bertanya “Masihkah anda ingin melihat/memelukNya, atau menyapaNya?”. Bila kita mencamkan arti Tat Twam Asih maka sebenarnya kita sudah melihat/memelukNya, atau menyapaNya setiap saat. Tapi hanya pikiran kita yang sempit lah yang membuat kita tidak percaya dia/mereka adalah Tuhan juga. Ya persis seperti sekolompok semut yang menertawakan si semut kecil…dimana mereka menganggap bahwa itu hanya sebuah object yang terlepas dari Tuhan. Object yang mana tanpa itu, Tuhan masih tetap bernama Tuhan. Konsep inilah yang tertanam pada orang-orang yg belum belajar Veda seutuhnya.<br /><br />Untuk lebih mudah memahami, begini: menurut anda, apakah Truck yang tidak ada bannya, bisakah anda tetap mengatakan bahwa Truck itu adalah Truck yg sempurna. Tentu jawabnya, tidak… Seperti itu Tuhan. Tiada object yang Beliau ciptakan lalu object tersebut bisa Beliau lupakan begitu saja, Beliau abaikan begitu saja, tentu Beliau akan memanggilnya kembali object tersebut, dan mengajaknya untuk bersatu lg.<br /><br />Akhir kata, kenali Beliau/Tuhan lewat bagian-bagianNya terlebih dahulu. Misal: Cukupkah anda mengenal orang-orang di sekitar anda? Ah mungkin itu terlalu jauh juga, yang paling mudah aja, Cukupkah anda mengenal diri anda sendiri? Saya yakin hal itu saja masih sulit diwujudkan, apalagi mau mengenal Tuhan yang maha besar…Ini bukan mematahkan anda untuk mukti (bersatu dengan Beliau). Namun saya memberikan gambaran saja. Yakinlah semua object akan bersatu denganNya kembali, tak terkecuali. Dan satu lagi yang ingin saya sampaikan, Jangan mudah anda mengatakan seseorang itu berhala sebelum tau apa dari arti/esensinya. Karena biasanya orang yg mengatakan seseorang itu berhala, bisa-bisa orang tersebut malah yang berhala atau tidak mengerti dengan konsep ketuhanan.</p><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-48028909521142982952009-10-24T02:24:00.000-07:002009-10-31T22:55:06.466-07:00Sadvika dan Asadvika<p align="justify"><strong><em>AUM SWASTIASTU, …. </em></strong></p><br /><p align="justify">Kali ini saya akan membahas topik sejauh mana dampak pola makanan mempengaruhi kita. Di ajaran Hindu terdapat istilah sadvika dan asadvika. Kalau di Islam, halal dan haram. Bagaimana cara agar mendapatkan sadvika? Sangat simple, yaitu harus memenuhi 3 faktor, yaitu: Bagaimana cara mendapatkannya?, Bagaimana cara mengolahnya?, dan apa tujuannya?. Apabila ketiga faktor tersebut mengacu ke dharma, maka sadvika lah makanan itu.</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify">Dari ketiga faktor diatas, tidak ada yang menyebutkan bahwa ada suatu bahan yang harus diwaspadai. Lain halnya dengan Muslim, yang tidak dapat diganggu gugat bahwa ada suatu bahan yang harus dijauhi. Misalnya: Babi. Biar diolah bagaimanapun, makanan yang terbuat babi maka tetap diharamkan. Sedangkan di Hindu, tidak begitu. Asal ketiga faktor terpenuhi secara dharma maka sadvika lah. Begitu sebaliknya, walaupun cara mengolah dan tujuannya baik, namun cara mendapatkannya tidak baik (misalnya cara mendapatkannya dg cara mencuri/korupsi), maka akan dianggap asadvika/haram. Begitu juga kalau cara mendapatkan dan mengolahnya baik, tapi tujuannya tidak baik (misalnya untuk kepuasan semata/hura2), ya… tetap dianggap asadvika/haram. Atau juga kalau cara mendapatkan dan tujuannya baik, tapi cara mengolahnya tidak baik (misalnya memotong hewan tanpa mantra), ya… tetap dianggap asadvika/haram.</p><br /><p align="justify">Mudah kan? Sekarang kita ambil contoh: Alkohol. Mungkin diagama lain sudah dianggap haram. Namun secara sudut pandang Hindu, bisa-bisa barang itu adalah sadvika/halal. Kok bisa? Bila alkohol itu didapatkan dari jerih payah sesuai dharma. Maka faktor pertama, masuk. Bila cara mengolah alkohol sesuai aturan sehingga tidak membahayakan tubuh. Maka faktor kedua, juga masuk. Dan bila tujuan pengkonsumsian alkohol untuk berobat. Maka faktor ketiga, juga masuk. Dan bila ketiga faktor masuk semua, maka bukankah alkohol itu adalah sadvika/halal?</p><br /><div align="justify">Sekarang apa sih dampaknya klo kita makan makanan yang asadvika? Mungkin kita perlu simak kata-kata Bisma dalam kisah Mahabarata, “Aku tau pihak kurawa salah, namun aku akan tetap berperang demi kurawa. Karena selama ini aku makan dari kurawa…”. Dari situ sudah terlihat bahwa sang Bisma yang mempunyai pemikiran baik saja tak bisa berbuat apa-apa, hanya karena makanan. Ya begitulah… apabila kita memakan makanan yang asadvika, maka kita akan terbelenggu dan susah melepaskannya. Oleh karena itu marilah kita memakan makanan yang sadvika. Sehingga kita bisa bebas dalam menegakkan dharma. Hal ini sangat penting bagi penerus bangsa, jika mereka diberi makanan yang sadvika, maka paling tidak mereka akan bebas…ya syukur-syukur bila kebebasan mereka berada dijalan dharma. </div><br /><br><br><br /><p align="justify"><strong><em>AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM. </em></strong></p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-5358593643878829043.post-78119491576445912162009-10-23T09:09:00.000-07:002009-11-09T18:47:26.728-08:00Memahami Lakon...<p align="justify"> Selama saya liburan, saya mencoba membaca beberapa buku yang berisi tentang tokoh-tokoh yang disanjung-sanjung oleh pengikutnya. Namun saya tidak tau, apakah buku-buku yang say baca tersebut merupakan referrensi yang valid atau tidak. Akan tetapi dari cerita-cerita buku tersebut selalu akan adanya pertanyaan-pertanyaan di lubuk hati saya yang menimbulkan citra negative dari mereka. Berikut ini uraiannya:</p><span class="fullpost"><br /><p align="justify"><strong>Sang Krisna, </strong>Beliau adalah avatar dari Tuhan, tentu beliau diberi power/kekuatan yang dahsyat. Namun mengapa dalam menegakkan kebenaran, Krisna tidak langsung menggunakan kekuatannya untuk menegakkan kebenaran atau gampangannya kenapa kok tidak langsung membunuh para kurawa? Kok seolah-olah dalam menegakkan kebenaran, beliau harus mengadu 2 bersaudara dahulu. Lalu bagi avatar yang maha hebatnya, matinya pun hanya karena terpanah oleh pemburu, itupun tidak sengaja…Sungguh remeh banget. Aneh bukan?</p><br /><p align="justify"><strong>Nabi Musa, </strong>Beliau sekelas nabi, yang mana beliau membebaskan bangsanya dari perbudakan. Tetapi setelah kaumnya diselamatkan, beliau sendirilah yang mengutuk kaumnya sendiri. Padahal kalau dipikir-pikir, kaumnya ya tidak terlalu salah juga…Habis kaumnya tidak diberi kepastian, sehingga bagaimana mereka bisa percaya. Dan anehnya bukannya beliau memberikan penjelasan dengan cinta kasih, malah mengutuk habis-habisan. Aneh bukan?</p><br /><p align="justify"><strong>Sang Budha, </strong>Demi mencari pencerahan, beliau tega meninggalkan anak-istrinya. Apakah itu tidak ego, demi kepuasannya untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang beliau dapati selama perjalanannya, beliau harus meninggalkan kewajiban sebagai seorang ayah dan suami. Menurut saya, beliau adalah seorang suami/bapak yang sangat buruk. Karena walaupun mungkin anak-istrinya dah terpenuhi secara materi, tapi apa mereka tidak butuh kehangatan dari seorang suami/bapak. Yang kedua, apakah beliau dah dapat ijin dari istrinya? Saya rasa beliau diam-diam kok dalam meninggalkan istananya, sehingga mana mungkin dapat ijin/restu dari istrinya.</p><br /><p align="justify"><strong>Nabi Ibrahim, </strong>Karena beliau dapat pewisik/wahyu bahwa beliau akan mendapatkan keturunan. Tetapi karena secara akal manusiawi sangatlah tidak masuk akal, maka beliau memutuskan untuk mengawini wanita lain alias berpoligami. Tapi ini apa sudah dapat ijin dari istri tuanya? Atau main nembak saja? Atau bagaimana? Lalu ketika beliau menyuruh istri keduanya untuk meninggalkan rumahnya, mengapa beliau begitu tega melepas istri dan anaknya begitu saja, tanpa pengawal dan bekal yang cukup. Kok seolah-olah habis manis sepah dibuang. Apakah itu lelaki yang baik/bijak? Apa pantas beliau dijuluki Nabi?</p><br /><p align="justify"><strong>Nabi Isa / Yesus,</strong> Saya tidak habis bepikir, dalam menegakkan kebenaran beliau rela disalip. Lho…terus bagaimana cara Beliau dalam menegakkan kebenaran? Sehingga menimbulkan image bahwa bahwa dosa kita akan beliau tanggung semua. Bah…apa-apaan nih? Akan tetapi sekarang ini timbul rumor bahwa beliau tidak disalip. Belum lagi kalau lebih diteliti lagi, antara umur 12 sampai 30, adalah missing years (tahun-tahun yang tidak ada catatan tentang beliau). Sehingga adanya rumor bahwa Beliau pernah belajar di India. Dan masih banyak kisah-kisah yang mengejutkan tentang Nabi Isa.</p><br /><p align="justify"><strong>Nabi Muhammad, </strong>Beliau terlahir dari keluarga cukup terpandang, sehingga dari segi pendidikan jelas akan terpenuhi. Namun beberapa orang yang mengatakan bahwa beliau buta huruf. Apakah ini dibuat agar terlihat lebih adanya mukzijat yang luar biasa dari Tuhan? Lalu ketika beliau menghancurkan seluruh patung di area kabbah, kecuali bunda Maria dan Yesus. Maka menurut saya, jelaslah Beliau termasuk orang yang tidak bisa menghargai peradaban bangsanya sendiri. Lalu ada kebijaksanaan beliau yang menikahi lebih dari 1 wanita, dengan alasan untuk menjamin kesejahteraan para wanita tersebut. Tapi mengapa harus dinikahi? Bukankah kalau berbau pernikahan berarti akan terjadinya persenggamaan secara sah? Kalau begitu, tuluskah beliau untuk menjamin kesejahteraan para wanita tersebut?</p><br /><p align="justify">Kalau kita baca uraian diatas, terlihat ada saja sisi yang sulit kita mengerti bahkan itu bisa dijadikan sebagai poin ejekan. Tapi setelah saya renungkan maka jawaban adalah ya itulah lakon, atau itulah dharma yang harus Beliau-beliau kerjakan, demi terwujudnya kehendak Tuhan. Kita bisa berkata itu baik, itu buruk, itu haram, itu halal, itu semata dipengaruhi lakon kita (fungsi kita menjelma di alam semesta).</p><br /><p align="justify"> Ada salah satu filsafat yang cukup menarik, seperti kedua telapak tangan yang saling bertepukan demi membersihkan debu/pasir/kotoran di kedua telapak tangan tersebut. Kalau kita perhatikan lebih seksama, maka kedua telapak tangan tersebut saling memukul, saling menyakiti. Tapi apa yang terjadi setelah itu? kedua telapak tangan tersebut menjadi bersih. Seperti itulah kita adanya, terkadang dalam menjalankan lakon, tak jarang kita akan memukul saudara kita. Tapi kesemuanya itu hanya bertujuan untuk saling membersihkan. Untuk itu, yang hanya kita kerjakan adalah lakukanlah lakonmu tanpa nafsu, tanpa mengharap sebesar apa pahala yang akan kita peroleh. Lakukanlah lakonmu seperti kamu adalah Beliau sendiri…So Ham… Sehingga kita akan bisa lebih damai dan siap dalam menjalankan lakon kita.</p><br /><p align="justify">Dengan renungan ini aku mulai agak sulit untuk menyalahkan orang lain dengan begitu mudahnya. Tapi bukan berarti aku akan selalu membenarkan apa saja yang diperbuat oleh orang lain. Karena aku hidup pastilah juga mempunyai lakon, sehingga kalau itu dilihat salah dari sisi lakonku, maka aku akan berkata “Itu salah”. Dan aku harus menghantam kesalahan itu. Namun kucoba itu kulakukan tanpa nafsu sehingga dalam pengeksekusiannya dapat dilaksanakan dengan sebijak mungkin. Meskipun nafsu itu adalah trigger(pemicu)nya, tapi janganlah nafsu itu dijadikan sebagai tujuannya. Renungkanlah… </p></span>Adi Wira Kusumahttp://www.blogger.com/profile/00576791536313736876noreply@blogger.com