Senin, 27 Februari 2012

Konsep Ke-Tuhan-an Veda

AUM SWASTIASTU, ….


Ada sebuah Ilustrasi yg cukup menarik, yaitu: Ada seorang yg kakinya buntung.... karena kecerdasannya maka dia mampu membuat kaki palsu. Shg ia mampu berjalan bahkan bisa berlari. Tapi kira2 mengapa orang2 dan bahkan dirinya sendiri, tetap menganggap bahwa dirinya masih cacat???
Jawabnya : Karena orang2 dan bahkan dirinya sendiri, masih menganggap bahwa kaki yang ia buat bukanlah bagian dirinya.
Hal ini hampir sama spt pemikiran ajaran abramik, dimana semua di alam semsesta ini merupakan ciptaanNya, dan bukan dianggap dari bagian dariNya. Kalau lah kita mau jujur, maka ini termasuk sebuah kecacatan. Entah itu kecacatan dlm Pemahaman, atau memang Tuhan secacat begitu? Saya tidak tau jelas... tapi itulah pemikiran mereka.

Bagi penganut Veda, Jelas semua adalah di dalam Tuhan. Konsep ini yg sering disebut dengan Panenteisme (bukan "panteisme"). Bedakan kedua konsep tsb, Kalau Panenteisme itu, adalah semua di dalam tubuh Tuhan, sedangkan panteisme adalah semua adalah Tuhan. [Tuhan disini kita anggap saja, adalah Brahman, Sebab kalau merujuk arti sesungguhnya kata "Tuhan"... kok kurang tepat, Monggo dibaca disini.]
Memang secara sepintas lalu, kedua konsep tsb terlihat sama..... namun kalau kita camkan betul... konsep Panenteisme lah yg sangat identik dg ajaran Veda... Shg saya, anda, dewa-dewa, bahkan semuanya merupakan bagian dari Tuhan (yg disebut dg Brahman).
Kata Brahman pun juga sering diplesetkan menjadi kata Brahma, bahkan menjadi dewa Brahma. Maka dengan kesempatan ini, saya akan membahas kata2 tsb. Persamaan kata Brahman, kalau di Sastra Veda, sering kali disebut dg TAT, sedangkan kalau di Matram2, Beliau diidentikkan dg kata AUM. Bila kita telusuri lebih dalam lagi pada Veda, maka jelas Brahman itu bisa bersifat Nirguna, maupun Saguna. Berkehendaknya Brahman untuk menjadi saguna, menyebabkan Beliau mempunyai pola/bentuk/wujud. Nah... Para Rsi melihat atau (bisa mendefinisikan) bahwa ada 3 pola/bentuk/wujud utama dari Brahman saat berlila (Lila=aktifitas/olahraga).
Mungkin anda telah tau tentang ke-3 pola/bentuk/wujud utama dari Brahman, dimana seringkali disebut dg TriMurti.... Tri (3), Murti (pola/bentuk/wujud). Tri Murti meliputi Brahma, Visnu, dan Siva. Hal ini... janganlah diartikan Dewa Brahma, Dewa Wisnu, dan Dewa Siva.... Jangan.... sebab ini... kita baru bicara ttg pola/bentuk/wujud Nya dari Brahman, belum bicara ttg penjelmaan.
Bila anda sulit memikirkannya.... saya akan berikan analoginya, spt halnya, ketika anda beraktifitas, maka anda bisa nyanyi, makan, dan tidur... tapi lain halnya klo kita bicara ttg adanya Tukang Nyanyi (orang yg ahli bernyanyi), Tukang Makan (orang yg hobby/ahlinya makan saja), dan Tukang Tidur (orang yg ahli tidur saja / malas).
Dari analogi tsb... mungkin sudah terpikir bahwa Brahma dg Dewa Brahma, itu lain to pemahamannya....Visnu dg Dewa Visnu, itu lain to pemahamannya.... serta Siva dg Dewa Siva, itu lain jg to pemahamannya.... Shg kalau membaca/melantunkan matram.... AUM NAMO SIVA.... maka kira2 apa yang kita rujuk? Tentu jawabnya... Bkn Dewa Siva, melainkan aktifitas Brahman yg menjadi Siva... atau kasarannya kita memohon agar energi pola Siva dilimpahkan ke kita... supaya kita bisa menghancurkan sesuatu yang kita anggap sbg pengganggu...
Sekarang ada pertanyaan buat anda.... Dalam membangun tiang cor, Kira2 energi apa saja yg kita butuhkan? Brahma (pencetus ide) sajakah? Visnu (menjaga kelangsungan selama proyek) saja? atau Siva (sang finishing) saja?
Mari... kita telaah bersama2... Dalam membangun tiang cor, maka awalnya kita butuh perencanaan (dimana tiang itu berada, apa saja yg dibutuhkan, besi, papan,dll)... Ide2 spt itulah yg kita sebut Brahma. Kemudian... setelah selesai dg konsep2nya... maka kita mulai merangkai besi2, menegakkan papan2, lalu memberi kayu2... shg cetakan cor akan bisa berdiri selama proses pengecoran... artinya kita butuh kekuatan untuk menjaga kelangsungan selama proyek pengecoran... Jelas energi Visnu lah yg beraksi.
Kemudian setelah proses pengecoran selesai , dan adonan semennya mulai dingin/membeku... maka papan2 & kayu2 yg mana pada awalnya didirikan dan dikokohkan...sekarang justru dirusak/dihancurkan.... maka pada saat ini, energi Siva sangat dibutuhkan...
Dari penggambaran diatas... sangat jelas bahwa apapun tujuannya... maka AUM (A=Brahma, U=Wisnu, M=Siwa)... merupakan kesatuan yg tidak bisa terlepas satu sama yg lain, dan kesatuan tsb lah merealisasikan segala yang dikehendaki...

Lanjut lagi kita pada purana2..bila kita simak ke 18 maha purana. Maka kita dapat lihat bahwa tidak ada yg paling berkuasa, paling hebat, tak terkalahkan.... semua lakon pasti punya masa2 menang dan masa2 tunduk kepada lakon yg lain... Hal ini menunjukkan, sdh ada pemikiran bahwa kita tidak patut membanggakan/menyembah ke salah satu lakon saja, melainkan kita harus melihat itu semua merupakan satu kesatuan dlm rangka menuntun kesadaran kita menuju ke tingkat yg lebih tinggi...

Kembali lagi ke kata Dewa...Dewa lebih diidentikkan pada suatu makluk, dimana makluk tsb membawa salah satu energi/polanya Brahman, shg muncullah kata Dewa Brahma, Dewa Wisnu, Dewa Siwa... artinya Energi tsb menjelma menjadi suatu makluk dg wujud yg sesuai dg kondisi alam. Shg begitulah jadinya.... bahkan dapat digambar spt arca sekarang ini...

Hal ini... mungkin menjadi cemoohan bagi orang abramik.... karena Tuhannya berwujud spt itu....
Kata Tuhan saja... bagi kita (pengikut veda) memiliki arti, Brahman yg sdh menjadi Saguna (berpola/ber-pratima). Shg terkadang...kita pun akan terjebak juga... akhirnya kata "Tuhan" disini disamakan dg keseluruhan Brahman (nirguna maupun saguna). Padahal ini jelas salah total...

Jadi... analoginya begini.... Dalam aktifitas, negara Indonesia mempuyai 3 pola aktifivitas, yaitu: Legislatif, Esekutif, Yudikatif.... disini orang2 indonesia pun jelas masih bingung... sebab akan timbul pertanyaan, apakah Legislatif itu? apakah Esekutif itu? dan apakah Yudikatif itu?
Shg perlu adanya sebuah penjelmaaan lagi... akhirnya timbulah kata "Badan Legislatif", "Badan Esekutif", "Badan Yudikatif"... disini, artinya pola aktifivitas negera sdh berbentuk badan/unit.
Tapi lagi2, orang2 indonesia masih bingung juga... sebab, pertanyaannya sekarang adalah Siapakah Badan Legislatif itu? Siapakah Badan Esekutif itu? Siapakah Badan Yudikatif itu?
Shg perlu adanya sebuah penjelmaaan lagi... akhirnya timbulah kata "Ketua MPR", "Anggota Dewan", "Presiden", "Mentri", "Hakim", dll... disini, artinya pola aktifivitas negera sdh berbentuk Personal.
Itupun, terkadang masih bingung juga... akhirnya timbullah pertanyaannya, Siapa sih Presiden nya? Siapa sih mentri2nya? Dll
Akhirnya oleh kesadaran Indonesia.... akhirnya Pak SBY menjabat Presiden.... shg dengan begitu...orang2 indonesia akan jelas dan paham....
Kemudian akhirnya fotonya Pak SBY dipajang di setiap instansi...

Terus...ada orang bodoh lihat fotonya Pak SBY... dan berkata ...hmmm begini to wajah indonesia.... Hal yg bodoh, bukan?
Lalu ada pertanyaan lagi buat anda.... ketika anda melihat fotonya Pak SBY... maka siapa kah yg anda rujuk untuk anda hormati? Pak SBY nya kah? atau Jabatan kepresidennya?
Kalau anda memilih "Jabatan kepresidennya", kira2 kenapa anda menghormati itu? Tentu jawabnya, karena anda menghargai salah satu penjelmaan kesadaran Indonesia.

Satu lagi, yg ingin saya bahas... yaitu Kata "Sembah". Lupakan sejenak adanya Brahman...anggap kita blm mengenal apa2. Maka... faktor apa yg menyebabkan seseorang itu melakukan penyembahan terhadap sesuatu? Tentu jawabnya, karena orang tsb sadar bahwa sesuatu itu pantas dihargai.... atau paling tidak, orang tsb sadar bahwa dia butuh akan sesuatu itu. Ya kan???
Artinya...kegiatan "Sembah" itu, pada dasarnya dilakukan secara kesadaran....
Namun karena keterbatasan kita dalam melihat efek dari sesuatu object...Shg kerap kali kita menganggap "ah... object tsb tidak berguna...ngapain aku hargai itu.". Tapi untung adanya Veda, dimana kita dipandu bahwa ada 5 komponen yang patut kita sembah, yaitu: Dewa, Rsi, Pitra, Manusia, dan Butha... sedangkan 5 komponen itu asalnya ya...ke Brahman lagi..... Shg pada sesungguhnya kegiatan sembah kepada siapapun (ke-5 komponen tersebut), pada intinya adalah kegiatan "Sembah" kepada Brahman (Hyang Widhi) yg mana itu dilakukan dg kesadaran....

Pada awalnya, Saya juga sering salah tangkap... antara Panca (5) Sembah dengan, Panca Nyadnya. Panca (5) Sembah bukan berarti 5 komponen yang patut kita sembah, melainkan ada 5 tahapan dalam mengaturkan sembah [Ingat... kata "Sembah" berarti memberikan sesuatu yg terbaik kepada..., Monggo dibaca disini.]
Sedangkan
Panca Nyadnya, menurut saya... lebih cocok diartikan 5 komponen yang patut kita sembah. Namun sekali lagi... Ingat...kata "Sembah" berarti memberikan sesuatu yg terbaik kepada.... Sebab sering kali, kita terpleset oleh kata-kata, dimana awalnya berarti sederhana... namun seiring asimilasi...akhirnya menjadi /berarti wah...

Ini juga sering kali jadi bahan cemoohan bagi abramik.... Tapi klo dia mau jujur dan mau berpikir... bagaimana kah cara Tuhan dalam berkerja? Sendirikah? atau Dia mengerakkan bagian2Nya? Ini sering kali, membuat saya geli akan pemahaman mereka... padahal jelas2 di Quran.. Setiap beliau bekerja, maka Beliau menyebutnya diriNya dg "Kami", sedangkan di Alkitab, Beliau menyebutnya diriNya dg "Kita". Jelas ini menyatakan sebuah system, Kalau bicara "System", maka pasti ada lebih dari satu komponen. Kalau sdh tau, bahwa ada lebih dari satu komponen...maka komponen yg mana yg harus kita hargai? Ya... kalau kita mau dewasa, tentu semua komponen ya harus kita hargai...

Namun saya harus akui..bahwa untuk memicu kesadaran, terkadang kita butuh hantaman, iming2, dsb.... Namun bila sdh punya kesadaran.. maka kita tidak butuh ajaran2 semacam itu... Jadi lakukanlah atas kesadaran.... Contoh kecil:
-ada orang tua... melihat akan itu... kita tergetar untuk membantunya. Dan ketika ditanya mengapa? Tentu jawabnya, Ini sdh jadi tugas saya, karena saya adalah bagian Brahman.

Tapi bagi orang yg blm cukup kesadarannya.... maka agar mau menolong, harus pakai perintah atau iming2 atau ancaman. Shg klo ditanya, mangapa anda menolong orang tua itu? Tentu jawabnya, ya karena... salah satu faktor diatas... klo tidak perintah, ya iming2, atau ancaman.


Di Veda, tidak pernah mengatakan bahwa ada suatu lakon/aksi yg bersifat kesia2an. Semua ada pesan/tujuannya, yg mana untuk menggetarkan bagian lain... Sedangkan di Abramik... ada perbuatan yg dianggap sia2.... dimana perbuatan itu yg dilakukan oleh setan....Jadi konsep Ruawbineda jelas tidak ada di abramik.... Jadi pemahaman mereka itu, adalah Putih itu Allah, Hitam itu Setan. Sementara di Veda, Ruawbineda adalah kesatuan...dan itu semua dikuasai oleh Brahman.
Ini yg membuat semakin kabur, esensi dari kehidupan bagi ajaran abramik. Karena jelas...bagi ajaran abramik, Hidup adalah cobaan/test saja. Tapi di Veda, Hidup itu bertujuan merealisasikan keinginan. Sehingga kita disini untuk bekerja, bekerja untuk Brahman.
Ini kalau diumpamakan, kita spt telapak tangan.... lihat... ketika kita ingin membersihkan kedua telapak tangan kita dari debu... maka kita sengaja untuk mengadukan ke dua telapak tangan kita...plok...plok...plok...shg debunya bejatuhan dan bersihlah kedua telapak tangan kita.
Lihat...lebih dalam lagi... maka kita bisa lihat... bahwa kedua telapak tangan kita seolah saling menghajar/memukul.... ya seperti anda dg musuh anda,
Shg itu terjadi... maka kita tidak perlu dendam...anggap itu sesuatu yg digariskan oleh Brahman.... Lakukan secara dharma... Bila itu anda anggap yg terbaik, maka kerjakanlah....

Ini seperti yang dikisahkan pada purana-purana. Dimana Narasinga harus bertemu dengan Hiranyakashipu, Rama harus bertemu dengan Rahwana, dan Kresna harus bertemu dengan Kamsa.
Sementara Kedua tokoh di ketiga babak cerita tsb, ya ...itu itu saja. Artinya Narasinga, Rama, dan Kresna adalah penjelmaan Visnu... dan Hiranyakashipu, Rahwana, dan Kamsa adalah penjelmaan dari abdinya Visnu...
Hal ini menunjukkan, jelas aktor yang melakukan kejahatan... dan itu adalah lakon/tugasnya.

Mungkin anda bertanya, mengapa ada aktor yg mau memerankan kejahatan? Ini sekali lagi, seperti halnya buruh petani yg harus bermain dg lumpur sawah. Kalau secara nalar, maka apakah buruh petani itu bodoh sekali? Kalau lah itu memang tugasnya, mengapa buruh petani itu harus bersih-bersih dulu sebelum ia pulang? Bukankah harusnya kekokotoran yang dibawa oleh buruh petani itu dapat dimaklumi?
Dari analogi tsb, mungkin dapat membuka wacana/pandangan kita dalam melihat sesuatu yg berlawanan dg lakon kita, dimana sering kita identikkan dg istilah “Musuh Kita”. Sedangkan interaksi kita dg “Musuh Kita” adalah sebuah getaran yg menggetarkan pihak lain untuk bekerja.

Jadi sadarlah.... tidak ada sesuatu pekerjaan yg sia-sia... karena semua itu adalah kehendak dari Brahman.

AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM.