Selasa, 27 Maret 2012

Meluruskan Kata-Kata Sansekerta

AUM SWASTIASTU, ….

Di kesempatan ini, saya akan mencoba menshare apa yang saya pelajari. Ternyata ada beberapa kosakata yang diplesetkan, sehingga kata yang semulanya bisa dicerna dengan mudah, diplesetkan/diplintirkan menjadi sesuatu yang ...wah...

Oke... kita mulai kata “Agama”... kata ini berasal dari bahasa Sansekerta, dimana artinya “Tidak kacau”, “tidak berlari”, “Diam”, “Kekal”... yang semuanya itu mengarah aturan-aturan tentang ketingkahlakuan, dan sering pula dapat diartikan “tradisi”.
Sementara kata “Kepercayaan”, lebih mengacu pada ke kata “Religi”. kata “Religi” ini ini berasal dari bahasa Latin, dimana artinya “Mengikat kepada sesuatu”.

Dari keterangan diatas, maka kita lebih peka... dalam menyandangkan kata-kata tersebut. Namun entah kenapa seolah-olah kata-kata tersebut setara, dan akhirnya dihantam begitu saja. Hindu, Buddha, kejawen, jainism... justru ajaran-ajaran itulah yang cocok disandangkan dengan kata “Agama”. Sedangkan Islam, Kristen... lebih cocok di sandangkan dengan kata “Kepercayaan”/Religi. Untuk lebih jelasnya, simaklah penjelasan berikut ini.

Ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism... lebih dititik beratkan pada tingkah laku/sila. Jadi ia percaya, atau sekalipun ia tidak percaya ke suatu sosok, asal ia melakukan/percaya dengan cara-cara (paham-paham) seperti itu, maka ia sudah bisa diklaim bahwa dirinya menganut ajaran tersebut. Sehingga pada ajaran-ajaran ini, tidak terlalu mengubris siapa yang menyampaikan (Rsi), dan para Rsi pun mengakui ... bahwa yang disampaikan itu bukanlah hak milik mereka, melainkan itu adalah milik Brahman dimana sudah ada dan berifat kekal... mereka tinggal mempelajari, memahami, dan menyampaikannya. Jadi menurut hemat saya, ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism... lebih cocok untuk disandangkan dengan kata “Agama”.

Sedangkan seperti yang saya katakan di atas.... Islam, Kristen...lah yang lebih cocok untuk disandangkan dengan kata “Kepercayaan”/Religi. Mengapa? Ya jelas to... kini kita ambil contoh Islam... Biarpun ada seseorang yang melakukan sholat 5 waktu, zakat, dll... tapi saat ia ditanya...darimana aturan-aturan itu anda peroleh.... ketika ia menjawab “Oh aturan-aturan itu, saya peroleh dari nenek saya dan saya anggap itu berguna”... maka orang tersebut tetap belum bisa disebut sebagai Islam. Ya kan...?? Ia harus menjawab dengan kalimat Syahadat terlebih dahulu... baru ia bisa bisa disebut Islam. Jadi mau gak mau.... orang yang mau jadi Islam haruslah Percaya (Mengikat drininya kepada) Allah, dan Muhamad. Begitu juga Kristen, mereka yang mau jadi Kristen haruslah Percaya (Mengikat drininya kepada) Allah, Yesus, dan Roh kudus.

Jadi kiranya cukup jelas paparan saya diatas... ajaran mana saja yang lebih cocok disebut agama, dan ajaran mana saja yang lebih cocok disebut “Kepercayaan”/Religi. Karena saya banyak melihat kesalahkaprahan... dimana orang-orang abramik... menganggap ajaran Hindu, Buddha, kejawen, jainism, dll...sebagai sebuah aliran kepercayaan. Lho... apa tidak kelirukah?

Kalau kita mau jujur, ajaran abramik lah yang mengajari kita untuk ber KKN... dimana kita dituntut melobi/menyenangkan suatu sosok, demi mendapatkan dispensansi-dispensansi khusus. Dimana walau kita melakukan kelakukan yang buruk, tetapi bila kita telah termasuk dalam koleganya...maka kita tidak akan tersentuh hukum lagi. Aneh Bukan?

Tapi saya yakin anda semua sudah pada cerdas, Model KKN adalah model yang tidak pernah terbukti langeng... pasti suatu saat akan terbongkar, dan kembali ke hukum yang benar benar yang tak pandang bulu... yaitu Hukum Karmapala.

Kemudian saya lanjutkan lagi, dengan kata “Tuhan”. Kata ini juga berasal dari bahasa Sansekerta, yang sebenarnya artinya sangat sederhana, yaitu “Mulia”, “Yang Mulia”. Tapi entah kenapa, lama-kelamaan menjadi sosok yang maha, bisa menciptakan alam, dan lain sebagainya. Sehingga bila kita luruskan ke arti semula, maka sesungguhnya, sesuatu yang dirasakan mulia/berharga, maka ia sudah bisa disebut dengan Tuhan. Misal: Ibu... Ibu bisa menjadi Tuhan...bila anak-anaknya merasa Ibunya mempunyai harga/nilai.

Ketika kita merasa bahwa itu berharga, maka secara otomatis, kita akan memberikan apresiasi/penghargaan terhadap sesuatu itu yg dirasakan berharga. Kegiatan pemberian penghargaan itu, sering kita sebut dengan “Sembah”. Dan kata “Sembah” pun akhirnya mengalami pergeseran... dimana seolah-olah... “Sembah” adalah sesuatu yg wah... dan merupakan keharusan. Padahal..kalau kita lihat... adanya Sembah berasal dari kesadaran...dimana itu sebagai ungkapan rasa bahwa... yang diberikan penghargaan terhadap... yang memang dirasakan punya nilai (bermanfaat).

Sehingga bila ada kalimat... “Tuhan meminta untuk disembah”. Sesuatu yang sangat konyol banget. Secara bahasa dan logika... sudah tidak nyambung... Mari kita telaah bareng-bareng... Ketika itu dinyatakan bahwa itu sebagai Tuhan... artinya itu...emang dirasakan bernilai. Karena sudah dirasakan bernilai, maka terjadilah ungkapan balik. Ungkapan balik inilah yang bisa kita sebut “Sembah”. Dimana kata “Sembah” berarti... Memberikan yang terbaik kepada...

Jadi...justru ketika ada kata “meminta untuk disembah”... Ini menjadi tanda tanya.... mengapa Ia meminta .... apakah Ia gagal dalam menciptakan rasa bahwa diriNya Mulia... atau Kenapa?

Sehingga kalimat yang pantas dan masuk akal, yaitu : Tuhan menyatakan bahwa dirinya berhak/layak/memperbolehkan untuk disembah. Dan bukan “mewajibkan untuk disembah”. Tapi sekali lagi... Ini bicara kalau Tuhan (yang mulia) nya sendiri yang bicara langsung... Namun kalau yang bicara itu pihak bukan Tuhan, maka sah-sah saja ...mau dia bilang “wajibkan untuk disembah”, “harus untuk disembah”, dll.

Seperti contoh: Ibu dianggap mulia, sehingga anak-anaknya merasa bahwa ibunya Tuhan. Sah to??? Terus... anak sulungnya mengeluarkan statement “Sembahlah Ibu.”... itu wajar, Tapi kalau Ibunya sendiri yang mengeluarkan statement “Sembahlah Aku(Ibu).”...terlebih-lebih kalau mengeluarkan statement “Sembahlah hanya ke Aku(Ibu).”... wah... ini yang harus dipertanyakan... mengapa beliau berkata demikian...

Mungkin itu dulu yang saya sampaikan... Semoga kita dapat meluruskan dan menempatkan kata-kata, sehingga mengurangi kesalahkaprahan kita. Artikel ini muncul atas diskusi saya dengan Mas Ngarayana. Terima kasih mas....

Dan tak lupa, Saya ucapkan Selamat Hari raya Nyepi... tenangkan diri anda, perhatikan alam... jangan kita selalu mengintervensi alam... biarkan dia Istirahat 1 hari saja....



AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM.