Senin, 27 Februari 2012

Animisme dan Dinamisme Dari Sudut Pandang Veda

AUM SWASTIASTU, ….

“Hindu adalah Agama Berhala”, “Hindu adalah ajaran Animisme dan Dinamisme”, dan lain sebagainya... Begitulah kata-kata miring yang dilontarkan oleh kaum abramik. Sebelum kita jauh melangkah, ada baiknya kita mengenal konsep ajaran Animisme dan Dinamisme. Kedua ajaran tersebut, pada intinya adalah mempercayai roh itu ada. Dan kata Animisme dan Dinamisme dari bahasa Latin, dari kata “anima” atau "roh". Namun perbedaan antara Animisme dan Dinamisme, terletak pada:
  • Animisme lebih mengarah ke roh yg abstrak (tidak bisa dilihat oleh indera mata biasa)
  • Sedangkan Dinamisme, lebih mengarah ke benda. Jadi benda tersebut diyakini ddiami roh/ ada penguasanya. Misal: Ada penguasa di pantai selatan, Cicin sakti, dll.
Dari Point awal, maka dapat dipastikan bahwa semua ajaran setuju terhadap adanya roh/energi. Namun bukan itu saja konsep ajaran Animisme dan Dinamisme. Berikut ini, akan saya sampaikan konsep-konsep yang lainnya, dimana antara lain :
  1. Dimana-mana ada roh² halus bermukim atau berkeliaran.
  2. Roh² halus dianggap lebih berkuasa dari pada manusia dan mengatur segala-segalanya.
  3. Nasib manusia ditentukan oleh roh².
  4. Roh² dibagi atas berbagai kelas yang ada hubungan dengan kekuasaan mereka.
  5. Roh² bisa mengganggu ketenangan manusia dalam berbagai hal dengan berbagai corak.
  6. Manusia dapat memohon pada roh² apa yang diinginkan. Untuk bermohon perlu adanya upacara² dan atau sesajen atau mantra tertentu.
  7. Biasanya dalam melakukan ritual, tidak bisa disimbolkan. Jadi harus Datang ketempat yg disakralkan.
  8. Roh bisa berpindah tempat.
  9. dll
Melihat konsep-konsep diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep ajaran Animisme dan Dinamisme, belum mengenal sebuah kesatuan atau dengan kata lain, belum mengenal kesamaan asal mereka (sang penguasa). Jadi... mereka yang menganut ajaran Animisme dan Dinamisme, menganggap sang punguasa itu berdiri sendiri-sendiri.

Dari Situ lah terjadi pemikiran, bagaimana ya kalau mereka (sang penguasa) ada crash, dan akhirnya terjadilah perang. Nah...inilah yang memicu kita untuk selalu mencari 1 sosok yang paling berkuasa... agar bila terjadi itu... ada yang menyelesaikannya.

Sedangkan di Veda... tidak seperti itu... memang tidak disangkal bahwa di suatu tempat ada roh atau ada sesuatu energi yang mendiami tempat tersebut. Namun... di Veda menerangkan bahwa mereka itu adalah sebuah bagian dari Brahman. Disini jelaslah sudah... bahwa mereka (sang penguasa) bukanlah berdiri sendiri-sendiri, melainkan mereka adalah bagian yang saling melengkapi, sehingga terjadilah apa yang disebut dengan aktifitas Brahman.

Point konsep selanjutnya... dikatakan bahwa “roh² halus dianggap lebih berkuasa dari pada manusia dan mengatur se-gala2-nya”. Sedangkan di Veda, telah menerangkan bahwa kondisi kita ditentukan oleh kita sendiri, bukan oleh siapa-siapa.
Terlebih lagi... di Veda mengatakan semua atman/roh adalah sama, yang membedakannya adalah peran/lakon yang ia emban. Dari keterangan tersebut, maka ditemukan satu lagi perbedaan konsep.

Point konsep berikutnya... adalah bahwa “Manusia dapat memohon pada roh² apa yang diinginkan”. Ini mungkin harus diluruskan.... Sekarang saya bertanya “Bila anda bermasalah dengan hukum dan anda memohon grasi, maka pada siapa yang anda rujuk?”... Saya beri 2 opsi , “Kepada persiden kah? Atau kepada Pak SBY?”
Bila anda jawab...”ke Pak SBY”, maka anda mungkin telah termakan konsep ajaran Animisme dan Dinamisme, dan itu bukan konsep Veda. Kalau pada konsep Veda, Jelas bahwa Pak SBY itu sama seperti anda... Namun Pak SBY memiliki jabatan Presiden. Sehingga yang harus anda rujuk, itu adalah jabatan kepresidenannya. Darimana asalnya energi/jabatan kepresidenannya? Jawabannya adalah , Dari sebuah kesadaran yg besar untuk beraktifitas bernegara. Dan kesadaran tersebut menjelma (yang salah satunya) menjadi Presiden.
Sampai disini Paham kan? Artinya ditemukan lagi perbedaan antara konsep Veda dengan konsep ajaran Animisme dan Dinamisme.

Tidak bisa dipungkiri, didalam memohon atau merujuk ke salah satu energi/jabatan Brahman, kita harus melakukan ritual. Contoh kasarannya: Kalau kita memohon grasi ke presiden, maka mau gak mau kita harus melakukan prosedur-prosedur. Nah... timbullah pertanyaan “Haruskah pakai sesaji?”. Jawabnya, Tdak harus.
Mungkin perlu saya terangkan lagi arti dan tujuan dari Sesaji/sesajen. Sesaji/sesajen adalah Salah 1 bentuk kesadaran kita dalam menyajikan permohonan kita dengan cara mewujudkan dengan simbol-simbol, dimana tujuannya untuk mengurangi ketidaksempurnaan kita dalam menyajikan suatu permohonan.
Analoginya begini: ada seorang pemuda, yang ingin menembak/meminang gadis dambaannya. Ya... mungkin pemuda itu beru pertama kali melakukan itu, atau entah mengapa.... Ketika pemuda itu menjumpai gadis dambaannya, tiba-tiba pemuda itu menjadi sulit bicara (gugup). Dan akhirnya ia memyampaikan isi hatinya tidak cantik alias tidak bisa dimengerti oleh gadis tersebut. Tapi untunglah pemuda itu membawa sekuntum bunga, dan diberikannya pada gadis tersebut. Dengan begitu gadis tersebut bisa memahami apa yang ingin disampaikan oleh pemuda itu.

Dari analogi tesebut, terlihat bahwa Sekuntum bunga dapat mewakili isi pesan yang ingin disampaikan. Sehingga jelaslah arti dan tujuan dari sebuah sesajen.


Selanjutnya ada kebiasaan dari penganut Animisme dan Dinamisme, yaitu dalam melakukan ritual, tidak bisa disimbolkan. Jadi harus Datang ke benda/tempat yg disakralkan, dengan kata lain mereka membuat stikma bhwa tidak ada benda/tempat yang lain di dunia ini, yang memiliki keistemewaan yg dimiliki oleh benda/tempat yang mereka sakralkan.
Hal ini bila dipandang dari sudut Veda, kuranglah tepat. Karena dalam mengakses keistemewaan yg dimiliki oleh suatu benda/tempat tertentu, maka kita diijinkan untuk menyimbolkannya, bahkan kita diijinkan menduplikasikan benda tersebut dalam rangka untuk memudahkan kita dalam berkosentrasi guna mengakses keistemewaannya.

Misal: Diyakini bahwa abu jenasah akan suci bila terkena air gangga... maka kita cukup ke laut/pantai terdekat, bahkan bisa dengan air biasa... tentu dengan mantra2 khusus

Sekarang ada ajaran... yang berteriak anti konsep Animisme dan Dinamisme, tapi mereka malah melakukan pratek-pratek tersebut. Lucu bukan?


Konsep yang lainnya dari ajaran Animisme dan Dinamisme, adalah Roh bisa berpindah tempat. Hal ini selalu dihubungkan dengan Reinkarnasi. Tapi konsep Animisme dan Dinamisme, sangatlah beda. Dimana mereka beranggapan bahwa setelah orang meninggal, maka roh itu langsung bisa menjalani proses kehidupan baru tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu.
Misal: ada orang meninggal, maka rohnya bisa langsung berpindah ke tubuh babi langsung tanpa melalui proses kelahiran terlebih dahulu.

Dengan adanya konsep ini, akhirnya kesurupan adalah bukti nyata. Sementara di Veda, menyatakan tidak ada istilah pergeseran atman. Lalu bagimana hal ini dijelaskan oleh Veda?
Di Veda, sudah dijelaskan bahwa hal yang mungkin terjadi itu adalah atma bisa dilapisi oleh kesadaran. Jadi orang kesurupan itu... adalah mengeser kesadaraannya... bukan atmannya. Mengapa kesadaraan kita dapat dikuasai oleh kesadaran yang lain?
Jawabnya, karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain:
  • Kesadaraan kita tidak kuat,
  • Rela untuk kesadaran kita tergeser oleh kesadaran lainnya,
  • menganggap bahwa kesadaran yang mengusai kita adalah kesadaran yg lebih baik daripada kesadaran kita sendiri,
  • dll.
Kesurupan pada era ini... sangat banyak terjadi. Misal: Sekarang banyak orang di indonesia yang berlagak orang Barat, Orang arab. Padahal bukan itu kesadaran murni (jati diri) kita. Itu juga termasuk, fenomena Kesurupan. Tapi tenang.... ketika kesadaran luar tsb mencoba mengusai kita, dan bila kesadaran luar tsb bertentangan dengan lakon kita, maka itu hanya bersifat sementara.

Kemudian upacara 3, 7, 40 hari, dst setelah orang meninggal, ini juga ajaran Animisme. Apakah bertentangan dengan Veda? Lihat dulu konsepnya... apabila itu dilakukan secara kesadaran untuk menghormati/memperbaiki efek-efek yang ditimbulkan oleh orang meninggal tsb... maka itu sangat direkomendasikan. Tapi apabila itu dilakukan karena takut, pamer, dll, maka lebih baik jangan dilakukan. Karena itu akan berefek negatif pada kita.

Semua Ritual Yadnya... harus dilandasi oleh kesadaran shg muncullah ketulusan. Bukan karena takut, bukan untuk pamer... Intinya menjaga kelangsungan timbal balik, agar kita bisa memerankan lakon kita secara baik sehingga bisa me-realisasi-kan apa yang kita inginkan.

Sekali-kali..kita coba berfikir terbalik... bayangkan kita itu adalah Tuhan...sehingga kita dituntut untuk adil dalam memberi perhatian kepada tumbuhan, hewan, manusia, dan semua aspek di alam ini. Ketika kita melakukan itu, maka object-object yang kita perhatikan tersebut akan memberikan respon timbal baik... misal: Tumbuhan yg kita perhatikan, memberikan kita buah terbaik. Ini pertanda bahwa tumbuhan tersebut telah melakukan Yadnya untuk kita, dengan cara membuahkan buah terbaik untuk kita.
Hal ini lah yang didorong oleh Veda... sehingga ada statement SO HAM (Aku adalah Tuhan). Ingat! Tuhan bukan lah Brahman.... Tuhan disini, adalah salah 1 penjelmanan dari Brahman, atau salah 1 aktifitas dari Brahman. Karena dengan berfikir spt diatas... maka Jelas kita telah melakukan salah satu aktifitas Brahman.

Jadi... Apakah Hindu adalah konsep ajaran Animisme dan Dinamisme? Dan saya menantang anda berlogika, apa bila konsep ajaran Animisme dan Dinamisme, saya ganti dengan 1 roh saja, maka konsep nya seperti konsep ajaran siapa ya?

AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM.