AUM SWASTIASTU, ….
Kali ini saya akan membahas topik sejauh mana dampak pola makanan mempengaruhi kita. Di ajaran Hindu terdapat istilah sadvika dan asadvika. Kalau di Islam, halal dan haram. Bagaimana cara agar mendapatkan sadvika? Sangat simple, yaitu harus memenuhi 3 faktor, yaitu: Bagaimana cara mendapatkannya?, Bagaimana cara mengolahnya?, dan apa tujuannya?. Apabila ketiga faktor tersebut mengacu ke dharma, maka sadvika lah makanan itu.
Dari ketiga faktor diatas, tidak ada yang menyebutkan bahwa ada suatu bahan yang harus diwaspadai. Lain halnya dengan Muslim, yang tidak dapat diganggu gugat bahwa ada suatu bahan yang harus dijauhi. Misalnya: Babi. Biar diolah bagaimanapun, makanan yang terbuat babi maka tetap diharamkan. Sedangkan di Hindu, tidak begitu. Asal ketiga faktor terpenuhi secara dharma maka sadvika lah. Begitu sebaliknya, walaupun cara mengolah dan tujuannya baik, namun cara mendapatkannya tidak baik (misalnya cara mendapatkannya dg cara mencuri/korupsi), maka akan dianggap asadvika/haram. Begitu juga kalau cara mendapatkan dan mengolahnya baik, tapi tujuannya tidak baik (misalnya untuk kepuasan semata/hura2), ya… tetap dianggap asadvika/haram. Atau juga kalau cara mendapatkan dan tujuannya baik, tapi cara mengolahnya tidak baik (misalnya memotong hewan tanpa mantra), ya… tetap dianggap asadvika/haram.
Mudah kan? Sekarang kita ambil contoh: Alkohol. Mungkin diagama lain sudah dianggap haram. Namun secara sudut pandang Hindu, bisa-bisa barang itu adalah sadvika/halal. Kok bisa? Bila alkohol itu didapatkan dari jerih payah sesuai dharma. Maka faktor pertama, masuk. Bila cara mengolah alkohol sesuai aturan sehingga tidak membahayakan tubuh. Maka faktor kedua, juga masuk. Dan bila tujuan pengkonsumsian alkohol untuk berobat. Maka faktor ketiga, juga masuk. Dan bila ketiga faktor masuk semua, maka bukankah alkohol itu adalah sadvika/halal?
AUM SANTI… SANTI… SANTI…AUM.